Senin, 12 Maret 2012

SERIAL ANDROMEDA 2: Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana !



         
Episode sebelumnya :
Andra dan saiful tengah terlibat obrolan menjelang laporan pertanggungjawaban BEM, sementara itu di tempat Lain, Meyda lebih asyik mengikuti kegiatan Baksosdibandingkan mnghadiri LPJ tersebut, telepon dari teman dekatnay Yulisa juga tak menjadikanya bersemangat, baginya kekesalan pada Andra belum hilang,apalagi jika kadang mengingat sikap arogan Andra.
Sore ini aku termenung diruang depan rumah ustadz fahmi, salah satu guru ngajiku, kali ini aku memang ada janjian dengan beliau untuk membicarakan beberapa hal, salah satunya aku ingin berpamitan  dengan beliau, sesuai dengan rencanaku setelah turun jabatan dari ketua BEM Universitas, aku berencana untuk fokus menyelesaikan skripsiku sambil bekerja, kebetulan aku diterima bekerja di perusahaan konsultan pertambangan di Jawa Barat sehingga seluruh aktivitasku akan lebih banyak terkuras disana dibandingkan di Semarang, paling sesekali saja aku berada disemarang. Tapi ternyata hari ini ketika aku datang ke rumah ustadz fahmi beliau belum balik ngajar, jadilah aku menunggu terlebih dahulu.
“assalamu’alaikum !” suara khas ustadz fahmi terdengar dari luar pintu masuk.
“wa’alaikum salam !” aku menjawab salam beliau.
Tak berapa lama kemudian muncul dari ruang dalam istri beliau yang datang menyambut lalu membawakan tas kerja ustadz fahmi.
“Eh Andra dah datang tho? Dah lama nunggu ?” Tanya ustadz Fahmi
“ belum kok , paling sekitar 15 menit, Tadz” jawabku singkat.
“Afwan ya ente mesti nunggu dulu, sebentar ane ganti pakaian dulu ke dalam”
“Ndak papa ustadz, tafadhol”
Sambil menunggu ustadz fahmi kembali, ku edarkan pandanganku ke sekeliling ruang tamu, ruangan berukuran 5 x 3 meter ini dihiasi dengan lukisan bergaya natural di salah satu dindingnya, lengkap pula dengan Pot bunga di pojok ruangan. Kombinasi yang harmonis cat tembok hijau muda, ditambah dengan meja kecil dengan vas bunga diatasnya, berpadu dengan sofa warna hijau benar-benar menjadikan suasana teduh dalam ruangan ini.
“Gimana Ndra? Jadinya ente mau berangkat ke Bandung kapan ? “ustadz Fahmi muncul dari ruang dalam sambil melempar pertanyaan padaku.
“ Insyaallah jadi minggu depan ustadz, ni sedang persiapan, beresin urusan di semarang dulu, sebenarnya sore ini saya mau sekalian pamitan, oh ya untuk surat transfer ngaji gimana ustadz?”
“ Udah saya urus, ni silahkan dibawa, kalau sudah nyampe di Bandung segera diurus saja, jangan terlalu lama terputus aktivitas holaqohmu nanti” kata ustadz Fahmi sambil menyerhakan amplop berisi surat yang tersegel rapat.
“ Baik ustadz” jawabku singkat.
“ Lha rencana ente lulus kapan ?” ustadz fahmi kembali bertanya padaku.
“Targetnya sih Juli depan dah Wisuda Tadz, mohon doanya aja moga dimudahkan jalanya dan diberikan kelancaran rizki selama saya bekerja nanti”Kataku
“Amiin! Ngomong-ngomong, ente kan dah hamper kelar kuliahnya, maisyah atau penghasilan juga dah ada pastinya, gimana dengan tawaran ane kemarin? Kapan ente nikahnya, dulu ente katanya masih nunggu saat yang tepat, sekarang  ente mau nunggu apa lagi ?
Aku terdiam mendengar pernyataan ustadz Fahmi, sebagai seorang guru ngaji yang baik beliau senantiasa memikirkan masa depan para murid-murid ngajinya. Aku teringat  dialog dengan beliau tiga bulan yang lalu, saat itu aku dipanggil menghadap beliau, katanya ada sesuatu hal yang mau dibicarakan, tak disangka ternyata beliau memanggilku untuk menginterogasiku seputar kesiapanku untuk menikah, saat itu aku yang masih disibukkan dengan pemilihan raya universitas dan menyelesaikan riset belum begitu serius menyiapkan akan diinterogasi semacam ini. Pada ujungnya ustadz Fahmi menceritakan bahwa ia dititipi oleh kakaknya yang ada di Jakarta untuk mencarikan jodoh buat putrinya alias keponakan ustadz Fahmi, dan beliau menawarkan keponakannya padaku, aku langsung kaget, “kenapa saya Ustadz?” tanyaku saat itu, beliau hanya menjawab singkat “Sepertinya dia cocok untuk ente”. Saat itu aku beralasan belum siap, masih menunggu saat yang tepat, minimal sampai punya penghasilan sendiri yang mencukupi. Mendengar jawabanku itu, tentu saja serangkain taujih disampaikan ustadz fahmi, aku tetap belum bergeming dan meminta waktu untuk berpikir,
meskipun sebenarnya hanya apologi saja dan ternyata beliau masih tetap bersikukuh sampai sekarang tak mengubah pendirianya, bukannya menawarkan ke yang lain, tapi masih saja menunggu jawaban dariku.
“kok malah bengong?” perkataan ustadz Fahmi membuyarkan lamunanku, “saya masih ragu Tadz, lagian saya juga belum kenal ma keponakan ustadz itu?” jawabku.
“Halah itu bisa diatur, lha wong dia sebenarnya juga tinggal di Semarang juga, dah lulus kuliahnya, Bapaknya minta ke ane segera dicarikan, biar proses segera, katanya sudah pingin punya cucu, ane kadang ketawa juga kalau teringat permintaanya,”
“Oh tinggal di semarang?” kataku, aku lantas terdiam sejenak, “Ustadz biarkan saya berfikir dulu, afwan sepertinya saya butuh waktu, oh ya sekalian saya mau pamit balik”
“Lho kok malah buru-buru gitu ? Grogi ya ?” kata ustadz Fahmi setengah bercanda.
“Ndak kok, Cuma ada janjian ma teman juga, afwan”Aku lantas berdiri menyalami beliau, “nitip salam buat bu Zulaida ma alif kecil ya Tadz,”
Ustadz Fahmi hanya tersenyum kecil sambil mengantarku keluar ke halaman. Sesampainya di halaman Nampak seorang akhwat memasuki halaman rumah beliau sambil mengendarai motor. Setelah memarkir motornya, ia mengucap salam pada kami berdua.”Assalamu’laikum”
“Sore Om, Tante Zul ada kan ? Katanya ada perlu ma Meyda,sekalian kangen juga ma ALif” akhwat itu berkata ramah pada Ustadz Fahmi, “ Ada kok didalam, masuk aja langsung”balas ustadz fahmi
Akhwat tadi yang kukenal, bernama Meyda lantas masuk ke dalam rumah. Aku kenal dengan akhwat tadi karena dulu pernah satu Organisasi di BEM, walaupun sempat kaget juga ketika ia begitu dekat dengan ustadz Fahmi dan panggilan akrab itu tadi,
“Gimana Ndra, Itu tadi keponakanku Meyda,” kata Ustadz Fahmi dengan sorot mata aneh padaku
“Meyda keponakan Ustadz?”Tanyaku setengah tak percaya, “Ustadz ndak pernah cerita dari dulu”
“ He.he.. dia sendiri yang minta untuk ndak banyak cerita, jarang main kesini juga sih dan bapaknya…”
“Tunggu Tadz, JAngan-jangan …!”Aku memotong pembicaran beliau penuh selidik.
Melihat roman mukaku Ustadz Fahmi tersenyum kecil sambil menepuk pundakku.
“ Ente masih mau bilang nggak kenal ma keponakanku itu ? Tenang ane belum pernah ngomongin hal ini ma meyda”
Bagai disambar petir di sore hari, aku tak percaya dengan kenyataan ini, bagaimana aku tidak kenal ? Tawaran Ustadz Fahmi yang kudiamkan, seolah kata-kataku sore itu menjadi mentah semua, SHOCK !!. aku jadi salah tingkah, Tak begitu lama aku langsung pamit
********************************************************
Tiga malam kemudian setelah obrolan di rumah Ustadz Fahmi sore itu, aku janjian bertemu dengan kawan dekatku, saiful, di halaman masjid kampus undip, sambil menatap pemandangan di halaman masjid kampus undip, kami berdua mengobrol santai ditemani sedikit camilan dan softdrink.
“Kau tahu suasana masjid kampus ini akan sangat berkesan dan aku rindukan nantinya,”Saiful mengawali pembicaraan.
“Kau benar, menentramkan dipadukan dengan pemandangan kampus, sungai, bendungan, gedung bertingkat sebuah gambaran eksotisme kehidupan kampus yang khas dengan kalangan intelektual” aku menimpali, “ Kau sendiri setelah ini mau kemana ? Kudengar kau dapat panggilan untuk mengikuti konferensi internasional tentang perubahan iklim?
“Alhamdulillah setelah lulus sidang TA kemarin, review hasil penelitianku diterima di jurnal penelitian Internasional, kau tahu kan Skripsiku kemarin didanai oleh Kementerian Keuangan? Dana proyek dibidang ekologi dan perubahan iklim, itu sebagai bentuk pertanggungjawabanku, dan kau tahu ? Minggu kemarin aku dapat email acceptance dari konferensi internasional untuk perubahan iklim bulan depan di Swiss, untuk mepresentasikan hasil penelitianku! ” Saiful masih bersemangat bercerita tentang prestasinya.
“Subhanallah! Kau memang hebat Pul, padahal dulunya pas awal-awal kuliah kau tampak biasa-biasa saja”
“Ah enggak juga, aku Cuma berkeyakinan, dimana ada kemauan pasti disitu ada jalan, kau sendiri kapan berangkat ke  Bandung ?”Saiful bertanya ringan padaku sambil mengambil botol softdrink dan meminum sebagian isinya.
“Insyaallah Senin depan aku berangkat, aku sudah mantap mengambil pilihan kerja sebagai konsultan di Bandung, dibandingkan mengambil lowongan yang di Kalimantan, lagian aku juga butuh banyak data pendukung untuk menyelesaikan skripsiku, di Bandung sepertinya bisa kutemukan yang aku butuhkan, apalagi banyak relasi tempat perusahaanku bekerja adalah dosen teknik geologi ITB, lebih fleksibel nantinya, kalau di Kalimantan mesti nunggu lulus dulu soalnya, nah kalau dah kelar skripsiku baru aku balik semarang bentar..ha..ha ngurus wisuda lah” Kataku sambil melempar kulit kacang pada saiful. Ia tampak kaget juga mendapat lemparan sampah dariku, sambil ngomel-ngomel dikit.
Aku lantas mengalihkan pandanganku ke depan.
“Tiga hari kemarin aku baru saja dari rumah Ustadz Fahmi” aku melanjutkan cerita.
“Wah ini nih.. mesti urusan pribadi ya? Dapat pesangon apa, kau kan mundur dari catatatan kader Semarang haa.hhaa!” kata saiful sambil bercanda.
Aku tertawa kecil, dan mengalirlah dari mulutku serangkain kejadian yang kualami tiga hari yang lalu, tentang tawaran itu, meyda dan semuanya, “Kau tahu Pul. Sesampainya dikos aku langsung lemas, bagaimana bisa jadi seperti ini?
Saiful mendengar ceritaku justru malah geleng-geleng kepala, “ Kau ini dikasih rejeki! masih kau pikir-pikir?” Tanya saiful sambil meletakkan telunjuknya di pelipis kepalanya.
“ Berat bagiku Pul, benar jika Rizki dan jodoh itu sudah ditentukan Allah, aku yakin itu, haqul yakin, pertanyaanya sekarang adalah kenapa harus dia yang ditawarkan padaku ? aku masih ragu, bukanya takut akan masa depan, hanya saja kau tahu kan kami saling mengenal, aku dan Meyda sebelumnya sering crash dalam beberapa hal, terlebih akhir-akhir ini, aku tidak yakin ia yang terbaik untukku”
“Bodoh kau Ndra, Murobbi itu pasti akan mencarikan yang terbaik untuk mutarobbinya, tak usah kau ragukan niat baik Ustadz Fahmi, apalagi ternyata Meyda itu keponakanya sendiri, pasti dia kan mencarikan yang terbaik orang yang akan menjadi suaminya, kalau beliau berfikir bahwa kau itu yang terbaik untuk keponakanya maka pasti beliau telah memikirkanya panjang sebelum beliau memanggilmu dan memberikan tawaran tersebut, apa yang menyebabkanmu ragu ?”
“Entahlah Pul, kurasa meninggalkan semarang sejenak dan menikmati pekerjaanku di bandung bakalan menenangkan diriku, aku butuh waktu untuk berfikir!” kataku tegas
“Semoga kau tidak menyesal dengan keputusanmu”saiful menjawab singkat,” Kesempatan itu belum tentu datang dua kali” katanya sambil berdiri meninggalkanku.
Aku hanya bisa mendesah pelan, sambil menatap kosong ke depan, biasanya Saiful selalu menjadi teman diskusi yang menyenangkan, namun kali ini kondisinya justru semakin membuatku pusing, semakin beranjak malam, Saiful telah berjalan balik ke Sekretariat LDK tempat ia biasa tinggal. Aku pun bergegas pulang ke kos, Kondisinya semakin sulit bagiku
*****( BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Connect Us

Selamat bergabung

Side Ads

Footer Ads

Text Widget

Flexible Home Layout

Tabs

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

views

Follow Us