Episode sebelumnya;
Meyda,Yulisa, Rudi dan Bintang bersama 30 mahasiswa lain tengah
terlibat dalam kemah ukhuwah dilereng gunung merbabu. Karena cuaca buruk, Meyda
yang kondisi fisiknya tengah lemah, mendadak jatuh sakit, dan ketika sedang
outbound tiba-tiba pingsan, Saiful yang tengah berada di puncak merbabu langsung
dikontak untuk turun, untuk membantu membawa Meyda ke Rumah sakit dengan
bantuan tim SAR Boyolali, setelah didiagnosis ternyata Meyda mengalami
pendarahan di otaknya dan harus dirujuk ke Semarang.
Ruang Paviliun Garuda Rumah Sakit
Kariadi lantai 2 tidak begitu Ramai, ketika Ustadz Fahmi tiba di ruangan VVIP 1
tempat Meyda dirawat. Tim Dokter disana sudah melakukan tindakan penanganan
awal pada Meyda setelah mendapatkan izin dari Ustadz Fahmi selaku keluarga
terdekat Meyda yang berada diSemarang. Di sana terdapat Yulisa dan Tari yang senantiasa menemani
sejak dari Selo sampai ke tempat ini. Begitu mendapat kabar dari Saiful yang
masih berada di Boyolali, Ustadz Fahmi langsung mengontak Yulisa untuk
memastikan Meyda mendapat perawatan terbaik sesampainya di Semarang. Ia juga
sudah mengontak orang tua Meyda, terkait kondisi Meyda, dan mereka berencana
akan tiba di Semarang sore ini.
“Gimana kondisi Meyda sekarang?”
tanya Ustadz Fahmi pada Yulisa.
“ Walaupun belum siuman,Sekarang
sudah agak lebih baik, Dokter sudah memberikan penanganan awal, katanya kita
lihat dulu perkembanganya setelah tiga jam, baru nanti akan diputuskan tindakan
selanjutnya” Yulisa menjelaskan.
“Hemm, begitu ya? Meyda memang
keras kepala, ketika dia bilang mau berangkat Kemah Ukhuwah,aku sempat
melarangnya namun ia bersikeras berangkat juga, katanya mau pamitan sekalian ma
teman-teman, soalnya lusa rencananya dia sudah mesti balik ke Jakarta, malah
jadinya sekarang seperti ini” Wajah Ustadz Fahmi nampak lesu.
“Afwan ustadz, apakah selama ini
Meyda memang menyembunyikan penyakitnya dari kami semua? Tadi saya sempat
mendengar pembicaraan dari para Dokter, kata mereka.....”
“Ya betul,”ustadz Fahmi
memotong,”Meyda memang tidak mau menceritakan penyakitnya ini pada
teman-temannya, hanya keluarga yang tahu, Ia mengidap Kanker Otak, gejala itu
diketahui ketika dia lulus SMA, sampai sekarang dia masih rutin melakukan
perawatan, namun ketika kontrol terakhir di Jakarta, Dokter meminta dilakukan
operasi segera, agar tidak semakin parah, makanya dia diminta segera balik oleh
orang tuanya agar lebih bisa diawasi dari dekat terkait perkembangan
penyakitnya, aku harap sekarang belum terlambat..”Ustadz Fahmi mendesah pelan
“Astagfirullah Meyda!kenapa
selama ini engkau Cuma diam saja”Kata Yulisa pelan sambil menatap Meyda yang
terbaring diatas bed. Suasana tampak hening
Tak lama berselang Saiful, Rudi
dan Bintang memasuki ruangan, setelah sebelumnya mengetuk pintu dan mengucap
salam.
“Afwan Ustadz, tadi kami
menyelesaikan urusan kemah ukhuwah dulu, baru bisa kesini sekarang” Saiful
mengawali pembicaraan.
“Ya.saya paham kita ngobrol
diluar aja..” ajak Ustadz Fahmi.
Mereka bertiga mengikuti ajakan
ustadz Fahmi untuk keluar.Lantas Ustadz Fahmi menceritakan semua yang dialami
Meyda pada mereka, mulai dari penyakitnya sampai keinginan orang tuanya yang
meminta Meyda untuk dirawat Jakarta.
“saya ndak habis pikir, apa yang
membuat Meyda bersikeras untuk tetap berangkat ke Gunung Merbabu padahal
kondisi disana pastinya akan menguras staminanya..tapi yang terjadi malah lebih
dari itu...”kata Ustadz Fahmi lantas terdiam.
Rudi mendesah pelan,”seandainya
saya tahu dari awal meyda punya penyakit kanker otak pasti sudah kularang dia
mengikuti kegiatan ini, tapi di malah memilih menyembunyikan semuanya, sialll!
“Istifghfar Rud, Muslim sejati
itu tidak akan berkata seandainya begini atau seandainya begitu, itu pekerjaan
syaitan, semua sudah terjadi, kita lihat saja perkembanganya, semoga kondisi
Meyda lebih baik nanti” kata Ustadz Fahmi mencoba menenangkan Rudi yang nampak
merasa bersalah.
“Afwan ustadz”kata Rudi kemudian.
“Orang tua Meyda kapan kesini Tadz?” tanya Saiful
“Insyaallah sore ini mereka
sampai disini, kau kenapa bengong Tang!” perhatian Ustadz Fahmi teralih pada
bintang yang terduduk lesu dengan pandangan kosong.
“Saya tidak bisa menjalankan
tugas dengan baik dalam kemah ukhuwah ini, wajar jika saya dan Rudi mungkin
yang merasa paling bersalah atas kejadian yang menimpa meyda, semua karena
keteledoran kami..” jawab bintang
“Hush jangan berkata seperti itu,
sudahlah kita berdoa saja semoga meyda lekas baikan” kembali ustadz Fahmi
menyampaikan pesan untuk menenangkan mereka bertiga.
Mereka semua terdiam sejenak,
sibuk dalam dzikir munajat memohon doa pada Rabbi Izzati, Yulisa yang muncul
dari balik pintu kamar mengagetkan mereka,
“Meyda mulai siuman, Tari sedang
ngontak perawat untuk kemari”
“beneran? Saya masuk dulu! Kalian
tunggu disini aja”Kata ustadz fahmi memberikan instruksi, Saiful, Rudi dan
Bintang hanya mengangguk pelan.
Tak lama setelah Ustadz Fahmi
melihat kondisi Meyda, datang perawat dan seorang dokter ahli ke dalam ruangan
itu.
“assalamu’alaikum ustadz,
subhanallah bertemu disini, pasien ini keluarga Ustadz ya, saya nggak ngira
sbelumnya, “kata dokter itu akrab.
“Iya Prof! Dia keponakan saya,
silahkan dicek dulu kondisinya” kata ustadz fahmi
Dokter itu dan perawat itu
kemudian mencek kondisi Meyda beserta tanda-tanda vitalnya.
“cukup bagus untuk kondisinya
bisa sadar dalam waktu cepat, biasanya butuh waktu agak lama untuk pasien lain
dengan diagnosis yang sama, masih terasa sakit dikepala ?” Dokter itu menanyai
Meyda.
Meyda yang belum pulih benar,hanya
mengangguk pelan, sambil menahan nyeri yang dirasakannya.
“Suster coba lihat lagi hasil CT
scan pasien ini”dokter itu meminta pada perawat disebelahnya.
Dokter itu tampak serius
mengamati hasil CT scan ditanganya sambil sesekali mengamati hasil rekam medis
kondisi Meyda.
“Suster tolong pastikan kondisi
oksigen dari tabung lancar, coba cek lagi kondisi tekanan darah pasien,
pastikan semua kondisi stabil, tambahkan juga sedikit anestesi untuk mengurangi
rasa sakitnya”dokter itu terus memberi intruksi.
“Ustadz, ada yang perlu saya bicarakan
diluar, mari!”ajak dokter itu
Ustadz fahmi mengikuti saja
dibelakang dokter itu.
“Ustadz kapan orang tua pasien
ini bisa dihadirkan disini? Kami butuh kepastian untuk penanganan selanjutnya
dan itu mesti dari pertimbangan orang tua, keputusan ada dimereka” tanya dokter
itu.
“Insyaallah sore ini mereka tiba,
emang apa tindakan selanjutnya Prof?
“Kita harus melakukan operasi
segera,stadium sekarang akan semakin parah jika tidak segera dioperasi,
selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi kanker pada umumnya, bagi kami
sekarang nyawa pasien lebih pentiing ! dalam kurang dari 24 jam kami harus
mendapat kepastian, masalah biaya yang cukup besar Ustadz ndak usah terlalu
memikirkan, kami bisa mengkomunikasikan dengan pihak rumah sakit, yang kami
perlukan adalah kepastian kesepakatan dari keluarga, bagaimana?”
“Saya belum bisa mengambil
keputusan, kita tunggu saja orang tua Meyda, Prof”
“Baiklah! sementara kondisi
pasien ini lebih baik, sudah bisa diajak berbicara tapi biarkan dia
beristirahat lebih banyak kalau bisa” Dokter itu masih menjelaskan.
Ustadz Fahmi terdiam
“Ustadz, jika orang tua pasien
sudah datang, kabari saya segera, saya bisa menyediakan tim dokter terbaik,
mereka relasi saya dan beberapa kenal baik dengan anda juga tentunya, termasuk
salah satunya adalah Prof Zaenal, spesialis bedah syaraf yang ada rumah sakit
ini, dan yang lain tentunya, OK, saya tunggu perkembangannya Tadz”kata Dokter
itu sambil menepuk lengan Ustadz Fahmi,”Saya tinggal dulu ke ruangan!” dokter
itu bergegas pergi setelah melempar senyum kecil.
Rudi, Saiful dan Bintang yang
mendengar obrolan tadi tampak tegang, mereka kenal siapa Dokter yang berbicara
tadi, namanya Prof.dr.Syarif Hidayat,PhD, dokter jebolan Oxford University ini
memiliki spesialisasi Neurologi, pernah tercatat sebagai Asisten Direktur
Program Pascasarjana Undip, dokter tadi terkenal cukup hanif karena turut aktif dalam Badan Amalan Islam di RS Kariadi,
itulah yang menyebabkan beliau kenal dekat dengan ustadz Fahmi,karena sering
mengisi kajian di Masjid Asyifa RS Kariadi , ketika Prof.Syarif yang berbicara
dan turun langsung sudah bisa dipastikan kondisi pasien memang kritis dan
membutuhkan prioritas perawatan, Prof.Syarif sempat dicalonkan untuk menjadi
Kepala Rumah Sakit Kariadi namun memilih mundur, karena ingin fokus pada
pembinaan BAI disana, pilihan yang langka dalam kultur FK Undip.
“Ustadz apakah kondisi Meyda
benar-benar kritis?” Saiful tiba-tiba bertanya
“Entahlah..”Ustadz Fahmi tak bisa
berkomentar.
Sayup-sayup terdengar suara adzan
Asar dari masjid,
“Kita sholat asar dulu, semoga
Allah memberikan jalan terbaik” ajak ustadz Fahmi
Mereka semua lalu bergegas menuju
masjid Asyifa untuk menjalankan ibadah sholat asar.
***********************************
Ustadz Fahmi menghampiri Meyda
yang terbaring lemas, pandangan Meyda tertuju pada jendela kamarnya,
“Om tahu apa yang sekarang meyda
pikirkan?” gumam meyda
Ustadz Fahmi hanya menggeleng
pelan,
“Meyda nggak tahu harus bilang
apa, semua yang terjadi sekarang, akibat sikap keras kepala Meyda sendiri,
kondisinya semakin parah, Meyda nggak tahu apakah masih bisa hidup lebih lama
dengan kondisi semacam ini”kali ini air mata nampak menetes dari matanya
“Hush ngomong apa kau ini, sudahhh
perbanyak istigfar dan berdoa,..jangan ngomong yang aneh-aneh ”
Tiba-tiba pintu kamar dibuka, Pak
Abdullah dan Bu Istiqomah, Orang tua Meyda telah sampai didampingi Bu Zulaida
istri Ustadz Fahmi, melihat Meyda Bu Isti langsung menghambur pada putri
kesayanganya itu, dipeluknya putrinya sambil menangis terisak-isak. Ustadz
Fahmi menghampiri Pak Abdullah dan menceritakan semua yang terjadi dari
kejadian di gunung merbabu itu sampai kabar dari Prof.Syarif tadi, Pak Abdullah
langsung terduduk lemas dikursi ruangan itu, genggaman tanganya dipukulkanya
pada meja yang ada disebelahnya sambil bergumam,”Meyda,meyda”
Suasana hening seketika, tak
terkecuali Yulisa dan Tari yang sedari tadi berada di ruangan juga turut
terdiam, walaupun mereka sudah mengirimkan informasi terkini Meyda pada
teman-teman di kampus, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,
kini mereka hanya menjadi penonton saja.
“Om Fahmi!”Meyda memanggil Ustadz
Fahmi,” Om masih ingat tawaran pada Meyda dua bulan lalu?”
Ustadz Fahmi melangkah mendekat
pada Meyda, “Iya Om Ingat, saat itu kau malah marah sama Om kan...? apaaa sekarang
kau berubah pikiran” kata ustadz fahmi penuh selidik.
“tidak ada yang berubah,
hanya....” meyda berkata pelan
“Meyda tidak bisa memastikan
resiko dari penyakit yang sekarang meyda alami, meyda hanya ingin semua menjadi
jelas...”
“Meyda ingin jadi permata yang
sempurna, Meyda ikhlas atas ujian penyakit yang sekarang Meyda derita, termasuk
resiko kedepan jika harus menjalani kemoterapi ataupun lebih buruk dari itu,
Cuma satu hal yang mengganjal...”Meyda tak bisa melanjutkan kata-katanya,
terdiam sejenak
“Sebagai satu-satunya anak-anak
perempuan mama, Meyda sedih belum bisa membahagiakan mama,apalagi meyda anak
sulung, sebellll,”Meyda mencoba untuk tertawa kecil yang dipaksakan.
“Ngomong apa kau mey, jangan
negelantur ah”bu Istiqomah menimpali sambil membelai kepala putrinya itu.
“PA,MA, putuskan saja untuk
operasi meyda disini sekarang, daripada
dibawa balik ke Jakarta, belum tentu sembuh malah tambah parah nanti” meyda
merajuk manja
Mendengar permintaan Meyda, Pak
Abdullah mengangguk sambil menoleh pada Ustadz Fahmi,”Baik mas, aku pastikan
sekarang ke dokter syarif”
“Oh ya om, satu lagi...”kata
Meyda, langkah Ustadz Fahmi tertahan karena ucapan Meyda,”Kenapa Mey?” tanya
Ustadz Fahmi.
“Eh..ndak jadi deh”jawab Meyda.
Ustadz Fahmi tertawa kecil, “Aku
usahakan dia ada disini sebelum kau dioperasi besok”
“Eh Om Fahmi ngomongin apa
sih,...”kata Meyda sebelum mengalihkan pandanganya ke langit-langit kamar.
Melihat tingkah Meyda,Ustadz
Fahmi hanya geleng-geleng,Bu Zulaida juga tersenyum kecil, sekeras apapun watak
Meyda sekarang, dia tetaplah Meyda seperti dulu yang cengengesan dan manja.
Sementara Yulisa dan Tari hanya bengong, bingung,”ngomongin apa sih mereka”kata
mereka dalam hati
Ustadz Fahmi dan Pak Abdullah segera membereskan administrasi untuk
operasi, Prof.Syarif sudah menyepakati dengan timnya bahwa operasi akan
dilaksanakan esok paginya jam 10. Setelah administrasi beres, Ustadz Fahmi
menghampiri Saiful dan Rudi yang masih menunggu di lorong kamar, sementara
Bintang Tadi izin balik karena ada janjian dengan menteenya di Kampus.
“Gimana Tadz, dah beres
administrasinya?” tanya Rudi
“Sudah, tadi kami sudah
berdiskusi dengan tim dokter, Alhamdulillah semua biaya ditanggung dari
perusahaan BUMN Tempat Pak Abdullah Bekerja, masih tanggungan asuransi katanya,
walaupun begitu, dokter tadi menyimpulkan operasi akan memakan waktu agak lama
dan kondisinya fifty fifty,karena kedekatan kami, Meyda menjadi prioritas
duluan“Ustadz Fahmi menjelaskan.
“Siapa aja Tim Dokternya Tadz?”
giliran Saiful yang bertanya.
“Ini lihat aja”Kata ustadz Fahmi
sambil menyerahkan berkas administrasi.
Saiful membaca berkas-berkas
tadi, ia berdecak,Ketua Tim Dokter:Prof.Syukur, spesialis Onkologi, jebolan Amerika
,anggota:Prof.Syarif, ahli Neurologi, Prof.Zaenal spesialis Bedah syaraf, satu-satunya
dokter bedah syaraf di Kariadi , Prof. Mulyadi, sebagai Internis mantan
Pembantu Rektor 1 Undip dan dr.Daniel Alexius,dokter muda jebolan Yale
University.
“Mereka ini orang-orang hebat
disini, dan mereka masih mengatakan fifty-fifty, Robbii”Saiful berdecak sekali
lagi.
“Ane percaya mereka akan berbuat
yang terbaik, apalagi ada Prof.Syarif dan Prof.Zaenal, kau tahu kan beliau dulu
mantan ketua rohis undip di tahun 70-an, Prof.Syarif sendiri yang mengatur
timnya tadi, kalau bukan karena kedekatan kami, sulit untuk mendapatkan tim
dokter dengan orang-orang tadi ”
“iya ustadz reputasi mereka tidak
diragukan lagi” jawab Saiful