Minggu, 18 Mei 2014

Jakarta dan Ramadhan 1434 H

Halte busway Harmoni tampak penuh sesak sore ini, penuh dengan orang-orang yang pulang kerja dari sekitaran Sudirman-Thamrin, langit mendung, dan suasana terasa dingin, mungkin akan turun hujan lebat lagi, padahal ini bulan Juni, mendadak aku teringat pelajaran ketika masih disekolah dulu, Juni harunya sudah masuk musim kemarau, tapi sepertinya sampai sekarang hujan masih kerap turun menyapa, resiko kebanjiran di Jakarta tetaplah mengintai warga ibu kota ini, lengkaplah sudah dengan kemacetan yang memang menjadi warna dari kota ini. Mungkin ini salah satu resiko dari pemanasan global. Aku melirik jam di tangan kiriku, menunjukkan 17.10, antrian di halte makin mengular. Aku masih saja bersabar diantara antrian jalur busway koridor 1 jurusan Kota-Blok M, desak-desakan mirip antrian sembako, lumrah terjadi ditempat semacam ini. Aku bergeser sejenak dari antrian, berniat menghirup udara sejenak, namun seorang bapak-bapak berusia paruh baya tiba-tiba saja mendorongku terdesak kembali ke himpitan antrian, Sial..!. Sebuah Busway gandeng koridor 1 akhirnya tiba, semua berdesak-desakan, aku yang memang bertubuh kecil ini tak kuasa melawan terdorong kedepan. Uhh..! giliran sudah sampai didepan pintu petugas busway bilang, "Dah penuh, ikut bus selanjutnya aja.."
"Eh itu masih muat, masih bisa masuk tuh.." seorang ibu-ibu berpakaian safari setengah berteriak protes.
Namun pintu busway tetap ditutup, sebagian warga yang dari antre menggerutu kesal, karena tidak bisa masuk. Busway pun lantas melaju, aku hanya bisa menghela nafas panjang, "Sabar-sabar..beginilah Jakarta"kataku dalam hati.
Aku juga tahu busway tadi sudah penuh sesak, dan tidak mungkin dipaksakan lagi, tapi mendengar gerutuan penumpang yang lain, aku jadi kesal, "Sabar dikit emang nggak bisa napa, toh..bentar lagi juga ada.."pikirku.
Akupun mendongak keatas mengamati langit yang tampak gelap, tetiba rintik hujan pun mulai turun, aku mundur sedikit kebelakang agar tidak basah, kuambil sapu tangan disaku dan mengusap mukaku yang sempat basah.
"Kalau hujan pas pulang kerja gini emang bikin susah ya dik..? pasti bikin macet tambah parah" seorang Pekerja berusia kurang lebih 30 tahunan menyapaku
"Iya sih mas..tapi mau gimana lagi, kondisinya kan kayak gini..terima aja," balasku singkat
"Saya sih berharap sistem transportasi di Jakarta jadi lebih baik kedepan.. saya berharap Gubernur yang baru,bisa membenahi tata kota ini, saya sebagai pekerja eight to five, butuh ketepatan dan kenyamanan transportasi publik" ceritanya lagi.
Aku hanya menganggukkan kepala pertanda setuju dengan pendapatnya, walapun orang ini adalah orang kesekian kalinya yang menyampaikan keluhan serupa didepanku.
Tak lama kemudian, Busway yang ditunggu pun datang, akupun segera masuk mencari posisi yang paling nyaman, tak sampai satu menit, busway gandeng itu pun langsung penuh. Alhamdulillah, aku masih kebagian tempat duduk, lumayan bisa duduk setelah setengah jam berdiri di halte tadi.Sementara beberapa penumpang lain terpaksa berdiri. Pemuda tadi juga dapat tempat duduk disebelahku.
"Mas mau pulang kemana?" gantian aku yang bertanya
"Saya sih rumah di bekasi mas, nanti transit di dukuh atas, terus ganti rute busway yang lain, mau ada janjian sama temen dulu, mas sendiri mau balik kemana?"
"Saya sih tinggal di Tangsel mas, cuman ini mau ke Masjid Al Azhar dulu,  ada janjian sama temen juga"
"Ohh.."komentarnya singkat, sebelum diam, tak melanjutkan obrolan.
 Di Hakte-halte busway selanjutnya penumpang silih berganti keluar dan masuk,pastinya mereka kebagian jatah berdiri, melihat beberapa ibu-ibu yang harus berdiri, aku pun berinisiatif untuk memberikan tempat dudukku pada salah satu penumpang.
"Aduh..nggak papa nih mas,"
"Nggak papa bu, saya berdiri aja, lagian deket kok," kataku dengan gaya agak santun, padahal dalam hati aku juga bilang,"Sebenarnya sih kalau ke AL Azhar Kebayoran lumayan bikin pegel juga kalau berdiri.."
Sementara kulihat pemuda disebelahku tadi tidak mengikuti tindakanku, padahal masih banyak penumpang yang memerlukan tempat duduk dibandingkan dia, “Ah sudahlah, ngapain ngurusin orang lain..”.
Akupun menikmati perjalanan padat merayap dari Busway ini menyusuri Jalan Thamrin menuju Sudirman. Ketika di depan halte busway Sarinah, masuklah beberapa rombongan karyawan lagi, perhatianku tersita pada salah seorang penumpang, dia tepat berdiri didepanku, seorang perempuan muda berjilbab rapi warna pink, sekilas aku seperti mengenalnya, aku mencoba mengingat-ingat, mirip salah satu  teman di fakultasku dulu. Kami pun beradu pandang sejenak. Kulihat dia seperti menebak-nebak juga
“Dwi kan ?” ternyata dia bertanya duluan
“Eh..iya.. Suci Matematika kan? Wah..kebetulan kita ketemu disini..lama banget kita nggak ketemu..” kataku setengah gugup, saat dikampus tak sampai lima orang yang memangilku dengan nama depanku, kebanyakan memanggil dengan nama panggilan. AKu dan Suci dulu sempat sama-sama aktif di BEM Fakultas, dia lulus duluan lebih cepat setahun daripada aku.
“Kamu sekarang di Jakarta juga? Sejak kapan?” Tanya Suci
“Belum lama kok.. baru enam bulan, kantorku sih di Tangsel, Cuma lagi main aja kesini, kamu sendiri kerja dimana Ci?”
“Aku kerja di BPPT, tadi sepulang kerja mampir dulu ke Sarinah, nyari barang bentar.. aku tinggal di daerah Fatmawati, ini nanti turun di Blok M, pulang ke rumah nanti bareng Suami, kantor suamiku kan deket Blok M situ..” jelasnya
Pernyataan barusan membuatku tersentak sejenak,
“Kapan kamu nikah Ci? Kok aku nggak dapat kabar.. temen-temen di Semarang juga kagak ada yang cerita.. kamu nggak kirim SMS juga atau undangan gitu?” tanyaku keheranan, wajar saja boleh dibilang semasa dikampus dulu kami memang cukup akrab, jadi aku kaget juga mendapat kabar barusan, sebenarnya antara kaget dan agak kecewa sih, karena aku kehilangan kesempatan,( halah apa sih.., harusnya kan turut bahagia J ),

Senin, 18 Februari 2013

Rinai Hujan Kala Sirna



Hujan deras mengguyur kota solo siang ini, Langit pun dihiasi dengan kilatan petir yang menyambar. Suasana Jalan Slamet Riyadi, salah satu jalan protokol di Kota Solo,masih tetap ramai dengan lalu lalang berbagai macam kendaraan yang nekat menerobos derasnya hujan. Mau gimana lagi? Hujan tetaplah hujan, urusan kerjaan tetaplah mesti diselesaikan, mungkin itulah yang ada dalam pikiran orang-orang itu, terlebih jasa delivery order makanan cepat saji, laris sekali mereka di kala hujan seperti ini, beberapa bahkan berani mengusung semboyan tiga puluh menit sampai atau kami gratiskan, wuihh. Entahlah sudah berapa banyak lalu lalang kendaraan delivery order berlalu didepanku, aku tak memeperdulikannya, aku lebih memilih duduk santai menikmati hujan dari balik kaca resto jepang di salah satu sudut Jalan Slamet Riyadi ini. Karena urusan hujan ini pulalah rencana perjalananku di kota solo siang ini agak tertunda. Untung saja klienku mau memahami kondisi ini dan mau menjadwal ulang pertemuan yang seharusnya siang ini. Bagiku kota ini memiliki sebuah kesan tersendiri, ini bukan perjalanan pertamaku ke kota ini. Namun sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu ketika aku terakhir berkunjung ke kota ini. Cukup banyak perubahan yang aku temukan di kota terbesar kedua di jawa tengah ini.
Sambil menunggu pesenan makananku tiba, aku kembali fokus menyelesaikan beberapa pekerjaan kantor di depan laptopku. Sejumlah file-file laporan keuangan beberapa perusahaan swasta dan BUMN menumpuk untuk diaudit segera. Pekerajaan sebagai auditor salah satu lembaga audit asing kenamaan memang menjadi prestige tersendiri buatku, walaupun kadang terasa memebosankan namun akau sadar disinilah jiwaku. Berkutat dengan berbagai macam angka, statistik, neraca keuangan sudah menjadi makananku sejak lama.
Sejenak aku mengalihkan perhatianku pada suasana restoran ini, cukup cozy dan menyenangkan menghabiskan waktu disini. Ornamen khas jepang berada disetiap penjuru ruangan, belum lagi ditambah arsitektur interior gaya asia timur menjadikan suasana benar-benar hidup. Meskipun begitu pengunjung disini bisa dibilang sepi siang ini. Cuma ada aku dan satu pengunjung lagi terpaut lima meja denganku, seorang pria paruh baya dengan kemeja hijau tengah asyik menikmati hidangan teriyaki yang ada didepannya. Aku kembali fokus pada laptop didepanku.
“Permisi Pak..ini pesenan bapak” Seorang pelayan muda mengagetkanku
“Oh iya makasih mbak..” kataku
“Ada yang mau dipesan lagi Pak?” pelayan itu berkata dengan senyum manis
“Oh cukup mbak makasih...”

Rabu, 31 Oktober 2012

SERIAL ANDROMEDA 3: Langit Lazuardi menjadi saksi


Episode sebelumnya:
Andra bersilaturahim ke tempat Ustadz fahmi dan bermaksud untuk pamitan meninggalkan Semarang karena diterima bekerja di Bandung, dari pertemuan sore itulah Andra jadi tahu bahwa Ustadz Fahmi masih berniat menawarkan keponakanya untuk menikah dengan Andra, Andra terkejut begitu tahu bahwa keponakan ustadz fahmi itu ternyata adalah Meyda.

Hari ini pertengahan bulan Mei, musim harusnya sudah berganti menjadi musim kemarau, namun kekacauan iklim telah menyebabkan hari-hari ini masih diguyur hujan deras, hal ini tentu agak tidak disukai oleh kalangan mahasiswa Undip yang merencanakan rihlah ke Lereng Gunung Merapi-Merbabu ini, dikemas dengan nama Kemah Ukhuwah, mereka menyelenggarakan even semacam kemah bakti di masyarakat,niatnya sekaligus observasi lapangan pasca erupsi merapi. Namun ceritanya menjadi berubah, sejak mendarat di posko Selo tadi siang, hujan deras terus mengguyur, apalagi dipadukan dengan kondisi pegunungan yang dingin lengkap sudah penderitaan mereka, gagal total semua planning mereka dihari pertama. Sekitar 30an orang mengikuti Kemah Ukhuwah ini, ikhwan dan akhwat, even ini dikoordinasikan oleh salah satu elemen mahasiswa ekstra terbesar di  Semarang. Mereka sementara ditampung di rumah pak lurah setempat, tepatnya di salah satu jalur pendakian Gunung Merbabu. Meyda bersama Yulisa termasuk dalam salah satu panitia even ini.
“Yul, dingin banget ya disini? Mana hujan terus dari tadi” gerutu Meyda sambil mengigil kedinginan.
“ Namanya juga Gunung, yo mesti dingin kayak gini, kalau mau panas ya di Semarang sana!” timpal Yulisa dengan muka dingin.
“Yeee..maksudnya ? dasar ndak ngerasaian susahnya orang kalau nggak cocok ma cuaca esktrem kayak gini?” balas Meyda
“ Emang Semarang nggak kalah ekstrem, panasnya bisa bikin kanker kulit kaliii” kata Yulisa nggak mau kalah.
“ Ah! Ada-ada saja kau ini” balas Meyda, sambil memastikan persediaan obat pribadinya yang disimpan dalam Tas Ransel miliknya. Dia berpikir pasti ayahnya bakal marah dan nggak mengizinkan, kalau ikutan acara di Gunung kayak Gini, Meyda memang agak ngedrop kalau sudah bertemu dengan cuaca kelewat dingin kayak gini, dulu aja pas masih SMP saat liburan di Puncak Bogor, Dia sempat pingsan karena nggak kuat, namun kali ini dengan pertimbangan even terakhir yang diikutinya di Semarang sekaligus perpisahan dengan teman-teman dekatnya ia memaksa untuk berangkat juga. Setelah wisuda bulan lalu, Orang Tua Meyda memang meminta dia segera pulang ke Jakarta, praktis dia nggak bisa lama-lama lagi disemarang.
Bintang, ketua panitia dan penanggung jawab utama acara ini tampak memasuki ruangan utama rumah tempat sebagian peserta Transit.
“Kawan-kawan sepertinya kita tidak bisa menjalankan rencana kita untuk menuju ke lokasi Kemah Ukhuwah Sore ini, paling cepat jika hujan reda, habis Isya kita baru bisa berangkat kesana” katanya tegas memberitahu semua peserta.
“Memang berapa Jauh Mas, jarak menuju lokasi?” tanya salah seorang peserta.
“Sekitar setengah kilo dari sini, medan menuju kesana jalannya naik terus jadi perlu dipastikan benar-benar save, lagipula transport kesana juga baru bisa siap habis maghrib jika cuaca terus kayak gini, kita tadi nyewa pick up punya warga sini, mending kalian semua beristirahat dulu sambil menunggu hujan reda! Ok!” jawab Bintang.
“Siap pak Bos!” Yulisa tiba-tiba menyahut.
Bintang hanya tersenyum kecil, sambil melangkah keluar ia menekan nomer HP miliknya, Ia menghubungi Saiful yang sudah ada di lokasi kemah ukhuwah, ia meminta bantuan Saiful untuk menyiapkan beberapa hal disana.
“Assalamu’alaikum, gimana bro persiapan disana?” Bintang mengawali pembicaraan.
Disini dah beres, tadi saya sudah komunikasi dengan Pak RT disini, sudah disiapkan tiga rumah untuk transit malam ini, dua untuk peserta dan satu untuk panitia, nanti panitia akhwat gabung aja ma peserta akhwat, besok pagi kalian baru bisa menuju lokasi tempat kalian mau mendirikan tenda dan Sosialisasi program ke warga” jawab Saiful diujung telepon
“Bagus-bagus, teman-teman disini juga sedang istirahat, habis Isya nanti baru bisa berangkat kesana, perjalanan paling lima belas menit, Mas Rudi dah disana kan?
Udah, ni lagi ngopi ditempat Pak RT, Oh Ya, besok saya mesti ke puncak gunung Merbabu, jadi ndak bisa bantu-bantu lebih banyak, kalian dah siap kan? Karena sinyal agak susah disini, tadi sudah saya pinjamkan Handy Talki pada kawanku yang Dinas di Tim SAR Boyolali, gunakan aja untuk komunikasi panitia, satu saya bawa ke puncak, kalau ada apa-apa, tinggal kontak aja
“Ok Bro, syukron bantuannya, afwan jika banyak merepotkan”
“Ndak papa kok, dah ya, saya mau ngopi ma ngobrol lagi ma pak RT,Assalamu’alaikum”
Setelah menutup telepon, Bintang lalu bergabung dengan panitia yang lain, mereka asyik mengobrolkan banyak hal tentang kondisi di lereng Merbabu ini.
*****************************************************
Malamnya rombongan itupun menuju lokasi kemah ukhuwah dengan naik tiga mobil pick up. Sambutan warga pun cukup ramah atas kedatangan mereka. Keesokan paginya mereka pun mendirikan tenda di lapangan SD didesa terebut, dan mulai mensosialisasikan beberapa program pada warga sekitar, sekaligus melakukan observasi pada kondisi masyarakat sekitar.

SERIAL ANDROMEDA 4: JIKA IKHLAS ITU ADALAH PERMATA




Episode sebelumnya;
Meyda,Yulisa, Rudi dan Bintang bersama 30 mahasiswa lain tengah terlibat dalam kemah ukhuwah dilereng gunung merbabu. Karena cuaca buruk, Meyda yang kondisi fisiknya tengah lemah, mendadak jatuh sakit, dan ketika sedang outbound tiba-tiba pingsan, Saiful yang tengah berada di puncak merbabu langsung dikontak untuk turun, untuk membantu membawa Meyda ke Rumah sakit dengan bantuan tim SAR Boyolali, setelah didiagnosis ternyata Meyda mengalami pendarahan di otaknya dan harus dirujuk ke Semarang.

Ruang Paviliun Garuda Rumah Sakit Kariadi lantai 2 tidak begitu Ramai, ketika Ustadz Fahmi tiba di ruangan VVIP 1 tempat Meyda dirawat. Tim Dokter disana sudah melakukan tindakan penanganan awal pada Meyda setelah mendapatkan izin dari Ustadz Fahmi selaku keluarga terdekat Meyda yang berada diSemarang. Di sana terdapat  Yulisa dan Tari yang senantiasa menemani sejak dari Selo sampai ke tempat ini. Begitu mendapat kabar dari Saiful yang masih berada di Boyolali, Ustadz Fahmi langsung mengontak Yulisa untuk memastikan Meyda mendapat perawatan terbaik sesampainya di Semarang. Ia juga sudah mengontak orang tua Meyda, terkait kondisi Meyda, dan mereka berencana akan tiba di Semarang sore ini.
“Gimana kondisi Meyda sekarang?” tanya Ustadz Fahmi pada Yulisa.
“ Walaupun belum siuman,Sekarang sudah agak lebih baik, Dokter sudah memberikan penanganan awal, katanya kita lihat dulu perkembanganya setelah tiga jam, baru nanti akan diputuskan tindakan selanjutnya” Yulisa menjelaskan.
“Hemm, begitu ya? Meyda memang keras kepala, ketika dia bilang mau berangkat Kemah Ukhuwah,aku sempat melarangnya namun ia bersikeras berangkat juga, katanya mau pamitan sekalian ma teman-teman, soalnya lusa rencananya dia sudah mesti balik ke Jakarta, malah jadinya sekarang seperti ini” Wajah Ustadz Fahmi nampak lesu.
“Afwan ustadz, apakah selama ini Meyda memang menyembunyikan penyakitnya dari kami semua? Tadi saya sempat mendengar pembicaraan dari para Dokter, kata mereka.....”
“Ya betul,”ustadz Fahmi memotong,”Meyda memang tidak mau menceritakan penyakitnya ini pada teman-temannya, hanya keluarga yang tahu, Ia mengidap Kanker Otak, gejala itu diketahui ketika dia lulus SMA, sampai sekarang dia masih rutin melakukan perawatan, namun ketika kontrol terakhir di Jakarta, Dokter meminta dilakukan operasi segera, agar tidak semakin parah, makanya dia diminta segera balik oleh orang tuanya agar lebih bisa diawasi dari dekat terkait perkembangan penyakitnya, aku harap sekarang belum terlambat..”Ustadz Fahmi mendesah pelan
“Astagfirullah Meyda!kenapa selama ini engkau Cuma diam saja”Kata Yulisa pelan sambil menatap Meyda yang terbaring diatas bed. Suasana tampak hening
Tak lama berselang Saiful, Rudi dan Bintang memasuki ruangan, setelah sebelumnya mengetuk pintu dan mengucap salam.
“Afwan Ustadz, tadi kami menyelesaikan urusan kemah ukhuwah dulu, baru bisa kesini sekarang” Saiful mengawali pembicaraan.
“Ya.saya paham kita ngobrol diluar aja..” ajak Ustadz Fahmi.
Mereka bertiga mengikuti ajakan ustadz Fahmi untuk keluar.Lantas Ustadz Fahmi menceritakan semua yang dialami Meyda pada mereka, mulai dari penyakitnya sampai keinginan orang tuanya yang meminta Meyda untuk dirawat Jakarta.
“saya ndak habis pikir, apa yang membuat Meyda bersikeras untuk tetap berangkat ke Gunung Merbabu padahal kondisi disana pastinya akan menguras staminanya..tapi yang terjadi malah lebih dari itu...”kata Ustadz Fahmi lantas terdiam.
Rudi mendesah pelan,”seandainya saya tahu dari awal meyda punya penyakit kanker otak pasti sudah kularang dia mengikuti kegiatan ini, tapi di malah memilih menyembunyikan semuanya, sialll!
“Istifghfar Rud, Muslim sejati itu tidak akan berkata seandainya begini atau seandainya begitu, itu pekerjaan syaitan, semua sudah terjadi, kita lihat saja perkembanganya, semoga kondisi Meyda lebih baik nanti” kata Ustadz Fahmi mencoba menenangkan Rudi yang nampak merasa bersalah.
“Afwan ustadz”kata Rudi kemudian.
“Orang tua  Meyda kapan kesini Tadz?” tanya Saiful
“Insyaallah sore ini mereka sampai disini, kau kenapa bengong Tang!” perhatian Ustadz Fahmi teralih pada bintang yang terduduk lesu dengan pandangan kosong.
“Saya tidak bisa menjalankan tugas dengan baik dalam kemah ukhuwah ini, wajar jika saya dan Rudi mungkin yang merasa paling bersalah atas kejadian yang menimpa meyda, semua karena keteledoran kami..” jawab bintang
“Hush jangan berkata seperti itu, sudahlah kita berdoa saja semoga meyda lekas baikan” kembali ustadz Fahmi menyampaikan pesan untuk menenangkan mereka bertiga.
Mereka semua terdiam sejenak, sibuk dalam dzikir munajat memohon doa pada Rabbi Izzati, Yulisa yang muncul dari balik pintu kamar mengagetkan mereka,
“Meyda mulai siuman, Tari sedang ngontak perawat untuk kemari”
“beneran? Saya masuk dulu! Kalian tunggu disini aja”Kata ustadz fahmi memberikan instruksi, Saiful, Rudi dan Bintang hanya mengangguk pelan.
Tak lama setelah Ustadz Fahmi melihat kondisi Meyda, datang perawat dan seorang dokter ahli ke dalam ruangan itu.
“assalamu’alaikum ustadz, subhanallah bertemu disini, pasien ini keluarga Ustadz ya, saya nggak ngira sbelumnya, “kata dokter itu akrab.
“Iya Prof! Dia keponakan saya, silahkan dicek dulu kondisinya” kata ustadz fahmi
Dokter itu dan perawat itu kemudian mencek kondisi Meyda beserta tanda-tanda vitalnya.
“cukup bagus untuk kondisinya bisa sadar dalam waktu cepat, biasanya butuh waktu agak lama untuk pasien lain dengan diagnosis yang sama, masih terasa sakit dikepala ?” Dokter itu menanyai Meyda.
Meyda yang belum pulih benar,hanya mengangguk pelan, sambil menahan nyeri yang dirasakannya.
“Suster coba lihat lagi hasil CT scan pasien ini”dokter itu meminta pada perawat disebelahnya.
Dokter itu tampak serius mengamati hasil CT scan ditanganya sambil sesekali mengamati hasil rekam medis kondisi Meyda.
“Suster tolong pastikan kondisi oksigen dari tabung lancar, coba cek lagi kondisi tekanan darah pasien, pastikan semua kondisi stabil, tambahkan juga sedikit anestesi untuk mengurangi rasa sakitnya”dokter itu terus memberi intruksi.
“Ustadz, ada yang perlu saya bicarakan diluar, mari!”ajak dokter itu
Ustadz fahmi mengikuti saja dibelakang dokter itu.
“Ustadz kapan orang tua pasien ini bisa dihadirkan disini? Kami butuh kepastian untuk penanganan selanjutnya dan itu mesti dari pertimbangan orang tua, keputusan ada dimereka” tanya dokter itu.
“Insyaallah sore ini mereka tiba, emang apa tindakan selanjutnya Prof?
“Kita harus melakukan operasi segera,stadium sekarang akan semakin parah jika tidak segera dioperasi, selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi kanker pada umumnya, bagi kami sekarang nyawa pasien lebih pentiing ! dalam kurang dari 24 jam kami harus mendapat kepastian, masalah biaya yang cukup besar Ustadz ndak usah terlalu memikirkan, kami bisa mengkomunikasikan dengan pihak rumah sakit, yang kami perlukan adalah kepastian kesepakatan dari keluarga, bagaimana?”
“Saya belum bisa mengambil keputusan, kita tunggu saja orang tua Meyda, Prof”
“Baiklah! sementara kondisi pasien ini lebih baik, sudah bisa diajak berbicara tapi biarkan dia beristirahat lebih banyak kalau bisa” Dokter itu masih menjelaskan.
Ustadz Fahmi terdiam
“Ustadz, jika orang tua pasien sudah datang, kabari saya segera, saya bisa menyediakan tim dokter terbaik, mereka relasi saya dan beberapa kenal baik dengan anda juga tentunya, termasuk salah satunya adalah Prof Zaenal, spesialis bedah syaraf yang ada rumah sakit ini, dan yang lain tentunya, OK, saya tunggu perkembangannya Tadz”kata Dokter itu sambil menepuk lengan Ustadz Fahmi,”Saya tinggal dulu ke ruangan!” dokter itu bergegas pergi setelah melempar senyum kecil.
Rudi, Saiful dan Bintang yang mendengar obrolan tadi tampak tegang, mereka kenal siapa Dokter yang berbicara tadi, namanya Prof.dr.Syarif Hidayat,PhD, dokter jebolan Oxford University ini memiliki spesialisasi Neurologi, pernah tercatat sebagai Asisten Direktur Program Pascasarjana Undip, dokter tadi terkenal cukup hanif karena turut aktif dalam Badan Amalan Islam di RS Kariadi, itulah yang menyebabkan beliau kenal dekat dengan ustadz Fahmi,karena sering mengisi kajian di Masjid Asyifa RS Kariadi , ketika Prof.Syarif yang berbicara dan turun langsung sudah bisa dipastikan kondisi pasien memang kritis dan membutuhkan prioritas perawatan, Prof.Syarif sempat dicalonkan untuk menjadi Kepala Rumah Sakit Kariadi namun memilih mundur, karena ingin fokus pada pembinaan BAI disana, pilihan yang langka dalam kultur FK Undip.
“Ustadz apakah kondisi Meyda benar-benar kritis?” Saiful tiba-tiba bertanya
“Entahlah..”Ustadz Fahmi tak bisa berkomentar.
Sayup-sayup terdengar suara adzan Asar dari masjid,
“Kita sholat asar dulu, semoga Allah memberikan jalan terbaik” ajak ustadz Fahmi
Mereka semua lalu bergegas menuju masjid Asyifa untuk menjalankan ibadah sholat asar.
***********************************
Ustadz Fahmi menghampiri Meyda yang terbaring lemas, pandangan Meyda tertuju pada jendela kamarnya,
“Om tahu apa yang sekarang meyda pikirkan?” gumam meyda
Ustadz Fahmi hanya menggeleng pelan,
“Meyda nggak tahu harus bilang apa, semua yang terjadi sekarang, akibat sikap keras kepala Meyda sendiri, kondisinya semakin parah, Meyda nggak tahu apakah masih bisa hidup lebih lama dengan kondisi semacam ini”kali ini air mata nampak menetes dari matanya
“Hush ngomong apa kau ini, sudahhh perbanyak istigfar dan berdoa,..jangan ngomong yang aneh-aneh ”
Tiba-tiba pintu kamar dibuka, Pak Abdullah dan Bu Istiqomah, Orang tua Meyda telah sampai didampingi Bu Zulaida istri Ustadz Fahmi, melihat Meyda Bu Isti langsung menghambur pada putri kesayanganya itu, dipeluknya putrinya sambil menangis terisak-isak. Ustadz Fahmi menghampiri Pak Abdullah dan menceritakan semua yang terjadi dari kejadian di gunung merbabu itu sampai kabar dari Prof.Syarif tadi, Pak Abdullah langsung terduduk lemas dikursi ruangan itu, genggaman tanganya dipukulkanya pada meja yang ada disebelahnya sambil bergumam,”Meyda,meyda”
Suasana hening seketika, tak terkecuali Yulisa dan Tari yang sedari tadi berada di ruangan juga turut terdiam, walaupun mereka sudah mengirimkan informasi terkini Meyda pada teman-teman di kampus, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, kini mereka hanya menjadi penonton saja.
“Om Fahmi!”Meyda memanggil Ustadz Fahmi,” Om masih ingat tawaran pada Meyda dua bulan lalu?”
Ustadz Fahmi melangkah mendekat pada Meyda, “Iya Om Ingat, saat itu kau malah marah sama Om kan...? apaaa sekarang kau berubah pikiran” kata ustadz fahmi penuh selidik.
“tidak ada yang berubah, hanya....” meyda berkata pelan
“Meyda tidak bisa memastikan resiko dari penyakit yang sekarang meyda alami, meyda hanya ingin semua menjadi jelas...”
“Meyda ingin jadi permata yang sempurna, Meyda ikhlas atas ujian penyakit yang sekarang Meyda derita, termasuk resiko kedepan jika harus menjalani kemoterapi ataupun lebih buruk dari itu, Cuma satu hal yang mengganjal...”Meyda tak bisa melanjutkan kata-katanya, terdiam sejenak
“Sebagai satu-satunya anak-anak perempuan mama, Meyda sedih belum bisa membahagiakan mama,apalagi meyda anak sulung, sebellll,”Meyda mencoba untuk tertawa kecil yang dipaksakan.
“Ngomong apa kau mey, jangan negelantur ah”bu Istiqomah menimpali sambil membelai kepala putrinya itu.
“PA,MA, putuskan saja untuk operasi meyda disini  sekarang, daripada dibawa balik ke Jakarta, belum tentu sembuh malah tambah parah nanti” meyda merajuk manja
Mendengar permintaan Meyda, Pak Abdullah mengangguk sambil menoleh pada Ustadz Fahmi,”Baik mas, aku pastikan sekarang ke dokter syarif”
“Oh ya om, satu lagi...”kata Meyda, langkah Ustadz Fahmi tertahan karena ucapan Meyda,”Kenapa Mey?” tanya Ustadz Fahmi.
“Eh..ndak jadi deh”jawab Meyda.
Ustadz Fahmi tertawa kecil, “Aku usahakan dia ada disini sebelum kau dioperasi besok”
“Eh Om Fahmi ngomongin apa sih,...”kata Meyda sebelum mengalihkan pandanganya ke langit-langit kamar.
Melihat tingkah Meyda,Ustadz Fahmi hanya geleng-geleng,Bu Zulaida juga tersenyum kecil, sekeras apapun watak Meyda sekarang, dia tetaplah Meyda seperti dulu yang cengengesan dan manja. Sementara Yulisa dan Tari hanya bengong, bingung,”ngomongin apa sih mereka”kata mereka dalam hati
Ustadz Fahmi dan Pak  Abdullah segera membereskan administrasi untuk operasi, Prof.Syarif sudah menyepakati dengan timnya bahwa operasi akan dilaksanakan esok paginya jam 10. Setelah administrasi beres, Ustadz Fahmi menghampiri Saiful dan Rudi yang masih menunggu di lorong kamar, sementara Bintang Tadi izin balik karena ada janjian dengan menteenya di Kampus.
“Gimana Tadz, dah beres administrasinya?” tanya Rudi
“Sudah, tadi kami sudah berdiskusi dengan tim dokter, Alhamdulillah semua biaya ditanggung dari perusahaan BUMN Tempat Pak Abdullah Bekerja, masih tanggungan asuransi katanya, walaupun begitu, dokter tadi menyimpulkan operasi akan memakan waktu agak lama dan kondisinya fifty fifty,karena kedekatan kami, Meyda menjadi prioritas duluan“Ustadz Fahmi menjelaskan.
“Siapa aja Tim Dokternya Tadz?” giliran Saiful yang bertanya.
“Ini lihat aja”Kata ustadz Fahmi sambil menyerahkan berkas administrasi.
Saiful membaca berkas-berkas tadi, ia berdecak,Ketua Tim Dokter:Prof.Syukur, spesialis Onkologi, jebolan Amerika ,anggota:Prof.Syarif, ahli Neurologi, Prof.Zaenal spesialis Bedah syaraf, satu-satunya dokter bedah syaraf di Kariadi , Prof. Mulyadi, sebagai Internis mantan Pembantu Rektor 1 Undip dan dr.Daniel Alexius,dokter muda jebolan Yale University.
“Mereka ini orang-orang hebat disini, dan mereka masih mengatakan fifty-fifty, Robbii”Saiful berdecak sekali lagi.
“Ane percaya mereka akan berbuat yang terbaik, apalagi ada Prof.Syarif dan Prof.Zaenal, kau tahu kan beliau dulu mantan ketua rohis undip di tahun 70-an, Prof.Syarif sendiri yang mengatur timnya tadi, kalau bukan karena kedekatan kami, sulit untuk mendapatkan tim dokter dengan orang-orang tadi ”
“iya ustadz reputasi mereka tidak diragukan lagi” jawab Saiful

Rabu, 14 Maret 2012

AFWAN JIKA SELAMA INI BANYAK MENYINGGUNG PERASAANMU

copas atau enggak ?(silahkan tebak sendiri)
....
sering aku tersadar bahwa dalam aktivitas sehari-hari banyak sekali menimbulkan luka dan perasaan tidak enak pada orang lain, entah sengaja atau tidak disengaja,

kadang kala kita menjalin langkah dalam keterpurukan, merajut asa dalam senandung duka, atau merangkai mimpi dalam seutas simpati, semua itu diletakkan diatas sebuah pilar "kebersamaan", kadang kala ingin merenung mencoba menghayati hakekat hidup serta berbagai macam ironi kehidupan yang sering terjadi didalamnya, tapi kawan pada penghujung surat ini ingin aku sampaikan jazakumulloh khpoironkatsir atas kontribusi yang selama ini telah kau beri, afwan jika selama ini banyak menyinggung perasaanmu, lebih baik lupakan saja,anggaplah aku tidak pernah mengucapkanya.atau biarlah itu menjadi kenangan lama yang akan menyungging senyum dimasa yang kan datang.

dalam dekapan ukhuwah
from your best friend
M Faris Zaenuri

*****
kucoba kucermati barisan kata-kata yang dikirimkan oleh sahabat lamaku itu kepadaku beberapa bulan yang lalu via e-mail, sudah lama aku tidak berjumpa denganya semenjak dia memutuskan cuti kuliah dan bekerja untuk membiayai sekolah kedua adiknya semenjak ayahnya meninggal dunia, ya sahabatku itu memutuskan menunda sebentar kuliahnya untuk mengemban amanah sebagai kepala keluarga, konsekuensi logis yang harus diambilnya saat itu.walaupun dikemudian hari akhirnay dia kembali juga kekampus dan menyelesaikan kuliahnya juga, tapi itu terjadi setelah aku lulus dan telah meninggalkan indonesia untuk melanjutkan postgraduate di negeri orang hingga saat ini. Praktis aku memang belum bersua denganya secara langsung semenjak 2 tahun terakhir.

Email tadi dikirimnya 2 hari stelah dia akhirnya menempuh sidang ujian skripsinya, sebelumnya dia juga terakhir mengucapkan selamat atas pernikahankau yang tidak bisa dihadirinya. Faris! jika menyebut namanya yang teringat hanyalah kebersamaan dalam segenap aktivitas dakwah yang pernah kami lalui dikampus, sosok heroik yang terkenal kukuh, sekaligus seorang murobbi handal yang mampu mengemban amanah, sekaligus seorang ketua LDK yang disegani. tapi jika membaca kiriman email terakhirnya tadi aku selalu meneteskan air mata, e-mail terakhirnya yang kuterima sebelum akau menerima email pemberitahuan dari milis alumni perihal kabar kematianya sebulan yang lalu.

aku masih menatap layar monitor laptop didepanku ketika Atikah melangkah masuk setelah keluar untuk belanja kebutuhan sehari-hari.dia terus melangkah kedapur dan aku masih termenung kaku,
"afwan jika selama ini banyak menyinggung perasaanmu" sebuah ucapanya yang begitu menyentuh hatiku,bagaimana mungkin seorang yang dhaulu kukenal begitu garang dan keras dan sukar mengalah, menjadi begitu melankolik,mengingatkanku pada masa-masa di LDK dulu, ucapan yang akhiranya diucapkanya setelah kami tak pernah berjumpa lagi.

kutatap jendela di sebelahku, pandanganku menatap keluar dari lantai 2 homestay tempat tinggalku ini, sebuah pemandangan kota melbourne yang baru merekah diawal musim panas ini , salah satu kota besar di negeri kangguru ini yang selalu tambah ramai kala digelar perhelatan GP F1 ataupun pertandingan Grand Slam .

aku sedikit terkesima jika melihat kondisi realitga sekarang yang kini kuhadapi, seorang mahasiswa S2 yang disibukkan dengan tugas kuliah dan riset yang sekarang baru kutempuh,apalagi kini aku tidak sendirian lagi setelah aku memutuskan menyempurnakan sebagian agama ini. tinggal di homestay bersama keluarga keturunan ingris yang sekarang tinggal di australia. padatnya aktivitas yang kutempuh menyebabkanku terkadang lupa untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah aku perbuat,paling tidak kepada orang terdekat yang selama ini menemaniku," si master perfeksionis" begitulah aku biasa memanggilnya, seorang mahasiswi master tekhnologi informasi di salah satu universitas ternama diAustralia, aku dan dia memang kuliah di universitas berbeda yang terletak dinegara bagian yang berbeda pula hanya beberapa hari saja dalam satu minggu bisa melewatkan waktu bersama, selebihnya disbukkan dengan aktivitas masing-masing apalagi ia juga memiliki orang tua yang bekerja di kedubes RI di canberra, sekali kita bertemu selalu saja ia menyoroti serba ketidak teraturan pola hidupku, ah begitu lalainya kau ini begitu kadang fikirku, nasib mahasiswa pascasarjana dinegeri orang.
setelah membaca email tadi ingin sekali aku mengucapkan kalimat serupa"afwan jika selama ini banyak menyinggung perasaanmu" jika memang selama ini kau belum bisa menjadi "belahan jiwa" yang baik dan saling memhami".Sebuah ucapan maaf yang sangat jarang terucap dengan ikhlas pada orang terdekat disekitar kita

.....
diambil dari sumber terpercaya, kutulis disini sebagai "kompor" bagi teman-teman yang sselama ini cnderung "diam"

Connect Us

Selamat bergabung

Side Ads

Footer Ads

Text Widget

Flexible Home Layout

Tabs

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

views

Follow Us