Halte busway Harmoni tampak penuh sesak sore ini, penuh dengan
orang-orang yang pulang kerja dari sekitaran Sudirman-Thamrin, langit mendung,
dan suasana terasa dingin, mungkin akan turun hujan lebat lagi, padahal ini
bulan Juni, mendadak aku teringat pelajaran ketika masih disekolah dulu, Juni
harunya sudah masuk musim kemarau, tapi sepertinya sampai sekarang hujan masih
kerap turun menyapa, resiko kebanjiran di Jakarta tetaplah mengintai warga ibu
kota ini, lengkaplah sudah dengan kemacetan yang memang menjadi warna dari kota
ini. Mungkin ini salah satu resiko dari pemanasan global. Aku melirik jam di
tangan kiriku, menunjukkan 17.10, antrian di halte makin mengular. Aku masih
saja bersabar diantara antrian jalur busway koridor 1 jurusan Kota-Blok M,
desak-desakan mirip antrian sembako, lumrah terjadi ditempat semacam ini. Aku
bergeser sejenak dari antrian, berniat menghirup udara sejenak, namun seorang bapak-bapak
berusia paruh baya tiba-tiba saja mendorongku terdesak kembali ke himpitan
antrian, Sial..!. Sebuah Busway gandeng koridor 1 akhirnya tiba, semua
berdesak-desakan, aku yang memang bertubuh kecil ini tak kuasa melawan
terdorong kedepan. Uhh..! giliran sudah sampai didepan pintu petugas busway
bilang, "Dah penuh, ikut bus selanjutnya aja.."
"Eh itu masih muat, masih bisa masuk tuh.." seorang
ibu-ibu berpakaian safari setengah berteriak protes.
Namun pintu busway tetap ditutup, sebagian warga yang dari antre
menggerutu kesal, karena tidak bisa masuk. Busway pun lantas melaju, aku hanya
bisa menghela nafas panjang, "Sabar-sabar..beginilah Jakarta"kataku
dalam hati.
Aku juga tahu busway tadi sudah penuh sesak, dan tidak mungkin
dipaksakan lagi, tapi mendengar gerutuan penumpang yang lain, aku jadi kesal,
"Sabar dikit emang nggak bisa napa, toh..bentar lagi juga
ada.."pikirku.
Akupun mendongak keatas mengamati langit yang tampak gelap, tetiba
rintik hujan pun mulai turun, aku mundur sedikit kebelakang agar tidak basah,
kuambil sapu tangan disaku dan mengusap mukaku yang sempat basah.
"Kalau hujan pas pulang kerja gini emang bikin susah ya
dik..? pasti bikin macet tambah parah" seorang Pekerja berusia kurang
lebih 30 tahunan menyapaku
"Iya sih mas..tapi mau gimana lagi, kondisinya kan kayak
gini..terima aja," balasku singkat
"Saya sih berharap sistem transportasi di Jakarta jadi lebih
baik kedepan.. saya berharap Gubernur yang baru,bisa membenahi tata kota ini,
saya sebagai pekerja eight to five,
butuh ketepatan dan kenyamanan transportasi publik" ceritanya lagi.
Aku hanya menganggukkan kepala pertanda setuju dengan pendapatnya,
walapun orang ini adalah orang kesekian kalinya yang menyampaikan keluhan
serupa didepanku.
Tak lama kemudian, Busway yang ditunggu pun datang, akupun segera
masuk mencari posisi yang paling nyaman, tak sampai satu menit, busway gandeng
itu pun langsung penuh. Alhamdulillah, aku masih kebagian tempat duduk, lumayan
bisa duduk setelah setengah jam berdiri di halte tadi.Sementara beberapa
penumpang lain terpaksa berdiri. Pemuda tadi juga dapat tempat duduk
disebelahku.
"Mas mau pulang kemana?" gantian aku yang bertanya
"Saya sih rumah di bekasi mas, nanti transit di dukuh atas,
terus ganti rute busway yang lain, mau ada janjian sama temen dulu, mas sendiri
mau balik kemana?"
"Saya sih tinggal di Tangsel mas, cuman ini mau ke Masjid Al
Azhar dulu, ada janjian sama temen juga"
"Ohh.."komentarnya singkat, sebelum diam, tak
melanjutkan obrolan.
Di Hakte-halte busway selanjutnya penumpang silih berganti
keluar dan masuk,pastinya mereka kebagian jatah berdiri, melihat beberapa
ibu-ibu yang harus berdiri, aku pun berinisiatif untuk memberikan tempat
dudukku pada salah satu penumpang.
"Aduh..nggak papa nih mas,"
"Nggak papa bu, saya berdiri aja, lagian deket kok,"
kataku dengan gaya agak santun, padahal dalam hati aku juga
bilang,"Sebenarnya sih kalau ke AL Azhar Kebayoran lumayan bikin pegel
juga kalau berdiri.."
Sementara kulihat pemuda disebelahku tadi tidak mengikuti
tindakanku, padahal masih banyak penumpang yang memerlukan tempat duduk
dibandingkan dia, “Ah sudahlah, ngapain ngurusin orang lain..”.
Akupun menikmati perjalanan padat merayap dari Busway ini
menyusuri Jalan Thamrin menuju Sudirman. Ketika di depan halte busway Sarinah,
masuklah beberapa rombongan karyawan lagi, perhatianku tersita pada salah
seorang penumpang, dia tepat berdiri didepanku, seorang perempuan muda
berjilbab rapi warna pink, sekilas aku seperti mengenalnya, aku mencoba
mengingat-ingat, mirip salah satu teman
di fakultasku dulu. Kami pun beradu pandang sejenak. Kulihat dia seperti
menebak-nebak juga
“Dwi kan ?” ternyata dia bertanya duluan
“Eh..iya.. Suci Matematika kan? Wah..kebetulan kita ketemu
disini..lama banget kita nggak ketemu..” kataku setengah gugup, saat dikampus
tak sampai lima orang yang memangilku dengan nama depanku, kebanyakan memanggil
dengan nama panggilan. AKu dan Suci dulu sempat sama-sama aktif di BEM
Fakultas, dia lulus duluan lebih cepat setahun daripada aku.
“Kamu sekarang di Jakarta juga? Sejak kapan?” Tanya Suci
“Belum lama kok.. baru enam bulan, kantorku sih di Tangsel, Cuma
lagi main aja kesini, kamu sendiri kerja dimana Ci?”
“Aku kerja di BPPT, tadi sepulang kerja mampir dulu ke Sarinah,
nyari barang bentar.. aku tinggal di daerah Fatmawati, ini nanti turun di Blok
M, pulang ke rumah nanti bareng Suami, kantor suamiku kan deket Blok M situ..”
jelasnya
Pernyataan barusan membuatku tersentak sejenak,
“Kapan kamu nikah Ci? Kok aku nggak dapat kabar.. temen-temen di
Semarang juga kagak ada yang cerita.. kamu nggak kirim SMS juga atau undangan
gitu?” tanyaku keheranan, wajar saja boleh dibilang semasa dikampus dulu kami
memang cukup akrab, jadi aku kaget juga mendapat kabar barusan, sebenarnya
antara kaget dan agak kecewa sih, karena aku kehilangan kesempatan,( halah apa
sih.., harusnya kan turut bahagia J ),
“Eh maaf nggak sempet ngabarin kamu..kukira kamu masih di
Semarang, jadi kemarin undangan kukirim ke Semarang rame-rame atas nama BEM,
aku nikah baru empat bulan sih..belum lama juga, Suamiku orang Jakarta sini…
dia kerja di Kejaksaan Agung,”
Aku mengangguk-anggukan kepalaku, mendadak speechless, dan tak
tahu mesti ngomong apa. Aku dan Suci dulu seangkatan satu fakultas, namun beda
jurusan. Semasa di BEM kami pernah aktif di satu Departemen, cukup sering
berdebat tentang berbagai macam urusan advokasi mahasiswa.
“Kamu sendiri kapan mau nyebar undangan ?” Suci melempar
pertanyaan cukup menohok buatku. Secara.. dia menjadi orang yang ke 101 yang
menanyakan pertanyaan serupa (edisi lebay..ha..ha)
“Tahu nih.. belum ada cewek yang khilaf menerimaku hee..hee”
jawabku asal nyeplos aja
“Kamu tuh emang nggak pernah berubah ya.. nyantai abis, eh..!
ngomong-ngomong si Adi, mantan ketua BEM kita, dia masih di Semarang?” Suci
bertanya lagi
“Masih.. dia belum lulus, masih seneng kelayapan di jalan,
kayaknya kemarin dia lagi sibuk demo BBM lagi..” kembali jawabku sekenanya
“Ampun deh.. tu anak betah banget dikampus, kagak bosen apa?”
“Ya namanya aktivis mahasiswa..lulus telat-telat dikit kagak jadi
masalah lah..”
“Hush..jangan ngomong gitu.. namanya aktivis itu juga harus
seimbang..jangan sampai urusan akademis jadi tumbal karena terlalu asyik aktif
dalam organisasi.. citra kita sebagai aktivis bisa buruk di mata dosen-dosen
dan birokrasi kampus..” Suci berkata dengan mimik sewot khasnya.
“Iya..iya deh.. aku ngalah, lain kali kuingetin tu anak..”jawabku.
Kami pun lantas asyik ngobrol seputar pekerjaan masing-masing. Dia
sempat berdecak kagum saat aku bercerita bahwa sekarang bekerja di salah satu
organisasi nirlaba, tak mau menanggalkan idealisme yang dulu sempat dipegang,
begitu komentarnya. Suci memang termasuk mahasiswi pandai, lulus cum laude, dan
kini bekerja disalah satu organ riset pemerintah. Sesuai dengan jalur akademik
yang dulu ditempuhnya, berbeda denganku yang sampai sekarang masih juga kadang
merasa salah jurusan. Aha.. beginilah anak-anak MIPA, selalu terampil serba
bisa, fleksibel.
Ketika busway sudah mendekati halte masjid agung al azhar, akupun
bersiap-siap turun,
“eh ci..! Aku turun disini ya.. lain kali kita kontak-kontakan
lagi, nomer HP mu nggak ganti kan, kapan-kapan aku kabari deh.. kali aja mau
kumpul sama anak-anak yang lain di Jakarta,”kataku
“Iya..aku masih pake nomer yang lama,”
Busway pun berhenti di
halte busway, aku pun bergegas turun, “Aku duluan ya.., nitip salam buat
suamimu”
Suci pun membalas dengan lambaian tangan, “Sama-sama..sampai jumpa
lagi Dwi!”.
Busway yang tadi kunaiki pun lantas melaju, sementara aku langsung
menyusuri jembatan penyeberangan dari halte menuju area masjid agung al azhar.
Aku melihat jam tanganku,Tepat bentar lagi masuk waktu maghrib, aku memang
janjian dengan salah seorang temanku dimasjid ini, seorang kenalan disalah satu
LSM, dia juga seniorku dikampus dulu, namanya Mas Rizal, sekarang lumayan sering
dia nongol di TV dan Radio sebagai narasumber seputar pemberantasan korupsi.
Kami janji setelah maghrib bertemu, ada beberapa hal yang ingin kudiskusikan
seputar beberapa isu negeri ini beberapa waktu terakhir ini.
Tepat saat adzan berkumandang, ketika aku menjejakkan kaki dipelataran
masjid al azhar ini. entah mengapa mas
Rizal memutuskan mengajak bertemu disini, biasanya juga ngajak ketemuan di cafe
atau restoran, tadi pas kutanya, dia cuma bilang sedang pengen kembali ke
khittah, aku sempat ketawa mendengarnya, tumben insyaf. Aku pun lantas
bergabung dengan para jamaah untuk bersiap melaksanakan sholat maghrib.
Seusai sholat magrib, aku mengambil posisi di teras selatan masjid
al azhar, sambil membaca al qur’an dari aplikasi android , aku menunggu kabar
dari mas Rizal. Sekitar sepuluh menit kemudian, SMS masuk dari mas Rizal,
menanyakan posisi, akupun membalasnya. Tak lama, mas Rizal pun menghampiriku,
“Dah lama disini?” sapa mas Rizal, dia mengenakan kemeja lengan
panjang dengan celana jeans biru, dia juga menenteng tas ransel miliknya,
penampilan casual, sepertinya habis ada janjian sama orang yang penting.
“Enggak juga mas.. baru pas maghrib tadi tiba, mas rizal sendiri
kapan nyampainya?”
“Sejak sore tadi aku memang ada janji sama salah seorang dosen di
Universitas Al azhar Indonesia..makanya tadi pagi pas kamu hubungi, aku ajak
sekalian aja ketemu disini, gimana ada perkembangan apa?” kata mas Rizal
Aku pun mengeluarkan laptopku dari tas dan mulai membuka beberapa
data dilaptop, sementara mas Rizal mengeluarkan Ipad miliknya.
“Bosen juga aku mas mencermati kondisi politik empat bulan
terakhir ini, urusan kenaikan BBM yang dipolitisir, sampai festivalisasi kasus
suap salah satu partai Islam, media seolah sudah terjebak dalam selera
jurnalisme picisan..mengaburkan substansi berita penting dalam selera
publik..”kataku dengan nada kesal.
“Ha..ha..ha kamu masih marah ya? Gara-gara salah satu ustadz
kebangganmu itu diciduk KPK karena urusan suap daging itu ya?”
“Bukan itu mas.. seperti hasil diskusi kita bulan lalu, aku sudah
bilang, nggak peduli siapapun orangnya kalau memang salah ya dihukum..kalau
emang bersih ya bebaskan, jangan dibangun opini berlebihan semacam ini, dari
persoalan hukum diseret menjadi persoalan susila, kasihan kalau tuduhan itu
tidak terbukti, tapi reputasi sudah hancur duluan..”
Mas Rizal tampak tertegun sembari membuka beberapa file di
Ipadnya. Dia tampak tengah mengutak atik beberapa file,
“Terus apa maumu? Lihat data-data ini, semua akan tersentak jika
melihat data ini aku buka ke publik, aku tahu ini sistematis tapi yang namanya
korupsi harus diperangi..jangan bersikap hipokrit gitulah..” Mas Rizal
menunjukkan padaku beberapa dokumen berbentuk hasil scan. Berbagai macam
kuitansi penerimaan dan bukti transfer, serta beberapa foto catatan meeting.
Aku pun tersulut, adu data macam ini sudah menjadi kebiasaanku
ketika bertemu dengan orang macam mas Rizal, aku pun menujukkan sebuah foto
dilaptopku.
“Sebenarnya aku Cuma mau menujukkan foto ini mas? Harusnya kau ini
berimbang, jangan merasa paling bersih dan paling benar juga, pada akhirnya aku kecewa ketika KPK akhirnya
menjadi sebuah alat rekayasa politik, hal ini kentara betul pada kasus Century,
hambalang dan kasus suap impor daging, padahal aku berharap betul pada KPK dan
orang-orang sepertimu mas… namun semua itu ternyata palsu… sama-sama SAMPAH!”
aku berkata tegas
Mas Rizal mendadak mukanya menjadi merah padam menahan marah
melihat foto yang kutunjukkan. Foto yang tak dinyana olehnya akan jatuh padaku.
Jika foto ini beredar ke publik, akan menurunkan kredibilitas orang-orang macam
mas Rizal yang gemar teriak-teriak soal korupsi.
“Darimana kau dapat foto ini?”
“Nggak penting darimana aku mendapatkannya.. aku hanya mau bilang,
jangan merasa paling bersih, aku sadar ketika PKS dihajar dengan isu suap
daging ini.. hal ini karena memang ada ruang untuk dijegal, akibat ekses sikap
para elite partai.. aku tidak pernah membela mereka secara membabi buta, namun
aku juga kesal ketika orang-orang macam Mas Rizal akhirnya berbicara dengan
tendensius seolah-olah paling bersih juga..KPK juga sama, tapi opini public
akan tetap menang.. korupsi itu musuh bersama, Publik akan membela pendapatmu
mas..”Aku berkata panjang lebar
Mas Rizal menarik nafas panjang,
“Apa maumu?”katanya lemas
“Ha..ha kau ini mudah sekali menyerah mas..aku hanya ingin mas
bersikap jujur dan proporsional.. dalam konteks kasus PKS ini..aku kecewa,
bahkan bisa dibilang sangat kecewa ketika salah satau elite partai ini
ditahan…bahkan ada grand design untuk menyeret beberapa elite yang lain ke
penjara.., sekali lagi aku sadar hal ini karena ruang-ruang untuk dijegal itu
memang ada… apalagi namanya politik itu tidak pernah memberikan ruang pemaafan
untuk setiap kekhilafan yang terjadi…”
“Percuma!! PKS akan tetap dihancurkan… ini sudah menjadi skenario
global, operasi intelijen sudah bermain disini, apalagi jika sikap elite partai
tidak berubah.. kau tidak akan bisa melawan..”kata Mas rizal
“Terserah mas.. fakta yang lebih buruk daripada kasus suap impor
daging ini pun aku juga tahu, termasuk skenario global ini, semua kekuatan
politik islam konservatif didunia ini akan dilumpuhkan, Amerika dan Yahudi tak
akan senang dengan ini… AKP di Turki dan IM di Mesir akan digoyang juga..tentu
dengan isu yang berbeda, tapi aku yakin pasti operasi pelumpuhan akan
dilakukan.. Pasti itu” aku melanjutkan argumenku
“Kau mungkin benar.. aku juga mencermati perkembangan di Mesir,
kurasa dalam waktu dekat IM akan dilumpuhkan lagi.. tapi di Turki akan lebih
sulit, karena secara social ekonomi mereka lebih stabil.. tapi di Indonesia,
gerakan PKS yang dulu progresif dalam isu-isu keislaman kini mlempem… mudah
sekali dihancurkan dengan isu korupsi, tak perlu sampai mengerahkan massa apalagi
operasi militer, asalkan kader-kader PKS macam kamu ini masih solid, aku rasa
PKS akan masih mampu bertahan..”Mas Rizal mencoba menyampaikan pendapatnya
“Mas..! asal kau tahu saja..loyalitasku ini bukan pada PKS, tapi
pada Dakwah Islam, aku bisa saja meninggalkan PKS saat ini juga jika aku mau…
namun selama ini kedekatanku dengan mereka karena aku kenal kader-kader PKS itu
orang baik, mereka loyal dan ikhlas dalam berdakwah… aku masih merasa perlu
partai macam PKS ini dalam mewarnai dinamika politik Indonesia dengan warna
islam, tapi dalam konteks akhir-akhir ini hanya
perlu pembenahan saja..”
“Oke
aku sepakat dengan pendapatmu.. Lantas apa maumu dengan menunjukkan foto itu
padaku?” Mas Rizal mencoba mengembalikan topik diskusi.
“Sederhana
saja.. Mas Rizal ubah gaya penyampaian ketika di ngomong dimedia..jangan sok
bersih.. kalau foto ini terlepas ke media..mas rizal bisa kelabakan sendiri
nanti..” aku merasa diatas angin
“Ha..ha..
kau ini aneh.. aku tak akan gentar walau kau ancam..”
“AKu
tidak mengancam mas… aku hanya ingin kita bersikap fair.. kalau bukan teman
dekat, nggak akan mungkin aku mau bicara seperti ini, mendingan kusarankan
orang yang menjadi sumber foto ini berbicara langsung dimedia.. tapi bukan itu
yang kumau.. tidak ada yang benar-benar bersih selama kita masih menjalankan
sikap transaksional.. dari politik sampai hukum semua sama saja…” kataku tegas
Mas
Rizal diam sejenak. Raut mukannya serius. AKu rasa sudah memenangkan perdebatan
ini.
“Mungkin
kau benar..”Mas Rizal berkata dengan agak menghela nafas, “aku sadar mungkin
saja yang kulakukan kemarin itu salah… tapi sudahlah, akhiri saja perdebatan
ini, lagian minggu depan kita sudah puasa,tak baik buat banyak salah lagi,
kuharap kita ada topik lain yang bisa dibicarakan..?
“Ehhmm..
aku sih cukup mas.. gimana kabar mbak Tyas? Nitip salam buat dia ya.. dia kakak
kelas yang baik” kataku mencoba menetralisir suasana. Perdebatan tentang
politik dan foto tadi memang cukup membuat sisi manusiawi sebagai seorang kawan
agak tergerus.
“Baik..
dia masih aktif ngaji… tak kularang..biarkan saja.. boleh jadi kami berbeda
pandangan dalam beberapa hal, tapi kalau dirumah.. semua harus saling memahami,
mohon doannya juga agar kami segera dikaruniai momongan.. cukup lama juga kami
menantikan kehadiran buah hati..”kata mas Rizal
“Amiin..
“jawabku
“Kau
sendiri.. kapan ?” Tanya mas Rizal padaku. Berarti menjadi pertanyaan ke 102
buatku tentang hal itu lagi.
“Ah…
sudahlah mas.. nanti kalau sudah saatnya pasti kukabari, yang jelas mohon
doannya juga..semoga dimudahkan”Jawabku ngeles. Jawaban standar yang memang
kusiapkan.
“Aseek…
amiin ya rabb, moga Ramadhan tahun ini tak lagi sendiri lah.. he..he”
“Sembarangan
aja kau ini mas.. eh aku cabut langsung ya mas?”
“Lho,
nggak sekalian isya’ disini aja? Nanggung kan?”
“Nggak
papa, ada urusan lain lagi..makasih diskusinya malam ini? Jaga omonganku
tadi..” Aku pun mengakhiri obrolan sambil mengajak bersalaman mas Rizal.
“Buru-buru
banget sih…” komentar Mas Rizal. Aku hanya tersenyum kecil, setelah merapikan laptop ke tas aku
pun bergegas turun, meninggalkan mas rizal di teras masjid. “Sampai jumpa
lagi..Assalamu’alaikum”kataku pamit.
Aku
berjalan meninggalkan kompleks Masjid Al Azhar, masjid yang dirintis oleh Buya
Hamka ini memang menjadi salah satu tempat bersejarah buat Aktivis Islam di
Jakarta. Sejenak kulihat agenda dismartphoneku, ngecek beberapa aktivitas
seminggu ke depan. Aku tertegun, hampir lupa bahwa ternyata awal depan aku
masih ada agenda janjian lagi dengan seseorang, diawal Ramadhan. Salah satu
janji yang harus kupenuhi juga, “Ah… masih ada satu minggu buat mempersiapkan..
siapkan hati yang penting,..”kataku lirih.
AKu
berhenti dipinggir jalan raya, menanti taksi yang akan lewat, namun mendadak ada
panggilan telepon, Aku kaget,dari pamanku di kampung,
“Assalamu’alaikum..
“kuterima panggilan itu cepat, tidak biasanya aku terima telepon dari kampung
soalnya.
“Wa’alaikum
salam.. ibumu pengen ngomong nih..!”jawab pamanku dari ujung telepon sana.
Ibu?!
Ada apa ini?.. urusan pentingkah, atau ada kabar apa, mendadak cemas, aku
memang jarang menghubungi orang rumah sih.
“Hallo..
Gimana kabarnya nak? Sehat kan?” kudengar suara ibuku yang khas
“Sehat
bu.. ada apa bu? Kok nelpon segala?” aku berkata pelan, entah kenapa setiap
kali mendengar suara ibu lewat telpon gini, aku
mendadak merasa lemas, dan tak mampu berbicara banyak, menahan kangen
dan rasa bersalah karena tak pernah memberi kabar.
“Kapan
kamu pulang nak.. sudah setengah tahun kamu ndak pernah ngasih kabar..”
Aku
terdiam dan tak sanggup berbicara, kurasakan air mataku perlahan meleleh pelan.
******************************************************************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar