Rabu, 31 Oktober 2012

SERIAL ANDROMEDA 4: JIKA IKHLAS ITU ADALAH PERMATA




Episode sebelumnya;
Meyda,Yulisa, Rudi dan Bintang bersama 30 mahasiswa lain tengah terlibat dalam kemah ukhuwah dilereng gunung merbabu. Karena cuaca buruk, Meyda yang kondisi fisiknya tengah lemah, mendadak jatuh sakit, dan ketika sedang outbound tiba-tiba pingsan, Saiful yang tengah berada di puncak merbabu langsung dikontak untuk turun, untuk membantu membawa Meyda ke Rumah sakit dengan bantuan tim SAR Boyolali, setelah didiagnosis ternyata Meyda mengalami pendarahan di otaknya dan harus dirujuk ke Semarang.

Ruang Paviliun Garuda Rumah Sakit Kariadi lantai 2 tidak begitu Ramai, ketika Ustadz Fahmi tiba di ruangan VVIP 1 tempat Meyda dirawat. Tim Dokter disana sudah melakukan tindakan penanganan awal pada Meyda setelah mendapatkan izin dari Ustadz Fahmi selaku keluarga terdekat Meyda yang berada diSemarang. Di sana terdapat  Yulisa dan Tari yang senantiasa menemani sejak dari Selo sampai ke tempat ini. Begitu mendapat kabar dari Saiful yang masih berada di Boyolali, Ustadz Fahmi langsung mengontak Yulisa untuk memastikan Meyda mendapat perawatan terbaik sesampainya di Semarang. Ia juga sudah mengontak orang tua Meyda, terkait kondisi Meyda, dan mereka berencana akan tiba di Semarang sore ini.
“Gimana kondisi Meyda sekarang?” tanya Ustadz Fahmi pada Yulisa.
“ Walaupun belum siuman,Sekarang sudah agak lebih baik, Dokter sudah memberikan penanganan awal, katanya kita lihat dulu perkembanganya setelah tiga jam, baru nanti akan diputuskan tindakan selanjutnya” Yulisa menjelaskan.
“Hemm, begitu ya? Meyda memang keras kepala, ketika dia bilang mau berangkat Kemah Ukhuwah,aku sempat melarangnya namun ia bersikeras berangkat juga, katanya mau pamitan sekalian ma teman-teman, soalnya lusa rencananya dia sudah mesti balik ke Jakarta, malah jadinya sekarang seperti ini” Wajah Ustadz Fahmi nampak lesu.
“Afwan ustadz, apakah selama ini Meyda memang menyembunyikan penyakitnya dari kami semua? Tadi saya sempat mendengar pembicaraan dari para Dokter, kata mereka.....”
“Ya betul,”ustadz Fahmi memotong,”Meyda memang tidak mau menceritakan penyakitnya ini pada teman-temannya, hanya keluarga yang tahu, Ia mengidap Kanker Otak, gejala itu diketahui ketika dia lulus SMA, sampai sekarang dia masih rutin melakukan perawatan, namun ketika kontrol terakhir di Jakarta, Dokter meminta dilakukan operasi segera, agar tidak semakin parah, makanya dia diminta segera balik oleh orang tuanya agar lebih bisa diawasi dari dekat terkait perkembangan penyakitnya, aku harap sekarang belum terlambat..”Ustadz Fahmi mendesah pelan
“Astagfirullah Meyda!kenapa selama ini engkau Cuma diam saja”Kata Yulisa pelan sambil menatap Meyda yang terbaring diatas bed. Suasana tampak hening
Tak lama berselang Saiful, Rudi dan Bintang memasuki ruangan, setelah sebelumnya mengetuk pintu dan mengucap salam.
“Afwan Ustadz, tadi kami menyelesaikan urusan kemah ukhuwah dulu, baru bisa kesini sekarang” Saiful mengawali pembicaraan.
“Ya.saya paham kita ngobrol diluar aja..” ajak Ustadz Fahmi.
Mereka bertiga mengikuti ajakan ustadz Fahmi untuk keluar.Lantas Ustadz Fahmi menceritakan semua yang dialami Meyda pada mereka, mulai dari penyakitnya sampai keinginan orang tuanya yang meminta Meyda untuk dirawat Jakarta.
“saya ndak habis pikir, apa yang membuat Meyda bersikeras untuk tetap berangkat ke Gunung Merbabu padahal kondisi disana pastinya akan menguras staminanya..tapi yang terjadi malah lebih dari itu...”kata Ustadz Fahmi lantas terdiam.
Rudi mendesah pelan,”seandainya saya tahu dari awal meyda punya penyakit kanker otak pasti sudah kularang dia mengikuti kegiatan ini, tapi di malah memilih menyembunyikan semuanya, sialll!
“Istifghfar Rud, Muslim sejati itu tidak akan berkata seandainya begini atau seandainya begitu, itu pekerjaan syaitan, semua sudah terjadi, kita lihat saja perkembanganya, semoga kondisi Meyda lebih baik nanti” kata Ustadz Fahmi mencoba menenangkan Rudi yang nampak merasa bersalah.
“Afwan ustadz”kata Rudi kemudian.
“Orang tua  Meyda kapan kesini Tadz?” tanya Saiful
“Insyaallah sore ini mereka sampai disini, kau kenapa bengong Tang!” perhatian Ustadz Fahmi teralih pada bintang yang terduduk lesu dengan pandangan kosong.
“Saya tidak bisa menjalankan tugas dengan baik dalam kemah ukhuwah ini, wajar jika saya dan Rudi mungkin yang merasa paling bersalah atas kejadian yang menimpa meyda, semua karena keteledoran kami..” jawab bintang
“Hush jangan berkata seperti itu, sudahlah kita berdoa saja semoga meyda lekas baikan” kembali ustadz Fahmi menyampaikan pesan untuk menenangkan mereka bertiga.
Mereka semua terdiam sejenak, sibuk dalam dzikir munajat memohon doa pada Rabbi Izzati, Yulisa yang muncul dari balik pintu kamar mengagetkan mereka,
“Meyda mulai siuman, Tari sedang ngontak perawat untuk kemari”
“beneran? Saya masuk dulu! Kalian tunggu disini aja”Kata ustadz fahmi memberikan instruksi, Saiful, Rudi dan Bintang hanya mengangguk pelan.
Tak lama setelah Ustadz Fahmi melihat kondisi Meyda, datang perawat dan seorang dokter ahli ke dalam ruangan itu.
“assalamu’alaikum ustadz, subhanallah bertemu disini, pasien ini keluarga Ustadz ya, saya nggak ngira sbelumnya, “kata dokter itu akrab.
“Iya Prof! Dia keponakan saya, silahkan dicek dulu kondisinya” kata ustadz fahmi
Dokter itu dan perawat itu kemudian mencek kondisi Meyda beserta tanda-tanda vitalnya.
“cukup bagus untuk kondisinya bisa sadar dalam waktu cepat, biasanya butuh waktu agak lama untuk pasien lain dengan diagnosis yang sama, masih terasa sakit dikepala ?” Dokter itu menanyai Meyda.
Meyda yang belum pulih benar,hanya mengangguk pelan, sambil menahan nyeri yang dirasakannya.
“Suster coba lihat lagi hasil CT scan pasien ini”dokter itu meminta pada perawat disebelahnya.
Dokter itu tampak serius mengamati hasil CT scan ditanganya sambil sesekali mengamati hasil rekam medis kondisi Meyda.
“Suster tolong pastikan kondisi oksigen dari tabung lancar, coba cek lagi kondisi tekanan darah pasien, pastikan semua kondisi stabil, tambahkan juga sedikit anestesi untuk mengurangi rasa sakitnya”dokter itu terus memberi intruksi.
“Ustadz, ada yang perlu saya bicarakan diluar, mari!”ajak dokter itu
Ustadz fahmi mengikuti saja dibelakang dokter itu.
“Ustadz kapan orang tua pasien ini bisa dihadirkan disini? Kami butuh kepastian untuk penanganan selanjutnya dan itu mesti dari pertimbangan orang tua, keputusan ada dimereka” tanya dokter itu.
“Insyaallah sore ini mereka tiba, emang apa tindakan selanjutnya Prof?
“Kita harus melakukan operasi segera,stadium sekarang akan semakin parah jika tidak segera dioperasi, selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi kanker pada umumnya, bagi kami sekarang nyawa pasien lebih pentiing ! dalam kurang dari 24 jam kami harus mendapat kepastian, masalah biaya yang cukup besar Ustadz ndak usah terlalu memikirkan, kami bisa mengkomunikasikan dengan pihak rumah sakit, yang kami perlukan adalah kepastian kesepakatan dari keluarga, bagaimana?”
“Saya belum bisa mengambil keputusan, kita tunggu saja orang tua Meyda, Prof”
“Baiklah! sementara kondisi pasien ini lebih baik, sudah bisa diajak berbicara tapi biarkan dia beristirahat lebih banyak kalau bisa” Dokter itu masih menjelaskan.
Ustadz Fahmi terdiam
“Ustadz, jika orang tua pasien sudah datang, kabari saya segera, saya bisa menyediakan tim dokter terbaik, mereka relasi saya dan beberapa kenal baik dengan anda juga tentunya, termasuk salah satunya adalah Prof Zaenal, spesialis bedah syaraf yang ada rumah sakit ini, dan yang lain tentunya, OK, saya tunggu perkembangannya Tadz”kata Dokter itu sambil menepuk lengan Ustadz Fahmi,”Saya tinggal dulu ke ruangan!” dokter itu bergegas pergi setelah melempar senyum kecil.
Rudi, Saiful dan Bintang yang mendengar obrolan tadi tampak tegang, mereka kenal siapa Dokter yang berbicara tadi, namanya Prof.dr.Syarif Hidayat,PhD, dokter jebolan Oxford University ini memiliki spesialisasi Neurologi, pernah tercatat sebagai Asisten Direktur Program Pascasarjana Undip, dokter tadi terkenal cukup hanif karena turut aktif dalam Badan Amalan Islam di RS Kariadi, itulah yang menyebabkan beliau kenal dekat dengan ustadz Fahmi,karena sering mengisi kajian di Masjid Asyifa RS Kariadi , ketika Prof.Syarif yang berbicara dan turun langsung sudah bisa dipastikan kondisi pasien memang kritis dan membutuhkan prioritas perawatan, Prof.Syarif sempat dicalonkan untuk menjadi Kepala Rumah Sakit Kariadi namun memilih mundur, karena ingin fokus pada pembinaan BAI disana, pilihan yang langka dalam kultur FK Undip.
“Ustadz apakah kondisi Meyda benar-benar kritis?” Saiful tiba-tiba bertanya
“Entahlah..”Ustadz Fahmi tak bisa berkomentar.
Sayup-sayup terdengar suara adzan Asar dari masjid,
“Kita sholat asar dulu, semoga Allah memberikan jalan terbaik” ajak ustadz Fahmi
Mereka semua lalu bergegas menuju masjid Asyifa untuk menjalankan ibadah sholat asar.
***********************************
Ustadz Fahmi menghampiri Meyda yang terbaring lemas, pandangan Meyda tertuju pada jendela kamarnya,
“Om tahu apa yang sekarang meyda pikirkan?” gumam meyda
Ustadz Fahmi hanya menggeleng pelan,
“Meyda nggak tahu harus bilang apa, semua yang terjadi sekarang, akibat sikap keras kepala Meyda sendiri, kondisinya semakin parah, Meyda nggak tahu apakah masih bisa hidup lebih lama dengan kondisi semacam ini”kali ini air mata nampak menetes dari matanya
“Hush ngomong apa kau ini, sudahhh perbanyak istigfar dan berdoa,..jangan ngomong yang aneh-aneh ”
Tiba-tiba pintu kamar dibuka, Pak Abdullah dan Bu Istiqomah, Orang tua Meyda telah sampai didampingi Bu Zulaida istri Ustadz Fahmi, melihat Meyda Bu Isti langsung menghambur pada putri kesayanganya itu, dipeluknya putrinya sambil menangis terisak-isak. Ustadz Fahmi menghampiri Pak Abdullah dan menceritakan semua yang terjadi dari kejadian di gunung merbabu itu sampai kabar dari Prof.Syarif tadi, Pak Abdullah langsung terduduk lemas dikursi ruangan itu, genggaman tanganya dipukulkanya pada meja yang ada disebelahnya sambil bergumam,”Meyda,meyda”
Suasana hening seketika, tak terkecuali Yulisa dan Tari yang sedari tadi berada di ruangan juga turut terdiam, walaupun mereka sudah mengirimkan informasi terkini Meyda pada teman-teman di kampus, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, kini mereka hanya menjadi penonton saja.
“Om Fahmi!”Meyda memanggil Ustadz Fahmi,” Om masih ingat tawaran pada Meyda dua bulan lalu?”
Ustadz Fahmi melangkah mendekat pada Meyda, “Iya Om Ingat, saat itu kau malah marah sama Om kan...? apaaa sekarang kau berubah pikiran” kata ustadz fahmi penuh selidik.
“tidak ada yang berubah, hanya....” meyda berkata pelan
“Meyda tidak bisa memastikan resiko dari penyakit yang sekarang meyda alami, meyda hanya ingin semua menjadi jelas...”
“Meyda ingin jadi permata yang sempurna, Meyda ikhlas atas ujian penyakit yang sekarang Meyda derita, termasuk resiko kedepan jika harus menjalani kemoterapi ataupun lebih buruk dari itu, Cuma satu hal yang mengganjal...”Meyda tak bisa melanjutkan kata-katanya, terdiam sejenak
“Sebagai satu-satunya anak-anak perempuan mama, Meyda sedih belum bisa membahagiakan mama,apalagi meyda anak sulung, sebellll,”Meyda mencoba untuk tertawa kecil yang dipaksakan.
“Ngomong apa kau mey, jangan negelantur ah”bu Istiqomah menimpali sambil membelai kepala putrinya itu.
“PA,MA, putuskan saja untuk operasi meyda disini  sekarang, daripada dibawa balik ke Jakarta, belum tentu sembuh malah tambah parah nanti” meyda merajuk manja
Mendengar permintaan Meyda, Pak Abdullah mengangguk sambil menoleh pada Ustadz Fahmi,”Baik mas, aku pastikan sekarang ke dokter syarif”
“Oh ya om, satu lagi...”kata Meyda, langkah Ustadz Fahmi tertahan karena ucapan Meyda,”Kenapa Mey?” tanya Ustadz Fahmi.
“Eh..ndak jadi deh”jawab Meyda.
Ustadz Fahmi tertawa kecil, “Aku usahakan dia ada disini sebelum kau dioperasi besok”
“Eh Om Fahmi ngomongin apa sih,...”kata Meyda sebelum mengalihkan pandanganya ke langit-langit kamar.
Melihat tingkah Meyda,Ustadz Fahmi hanya geleng-geleng,Bu Zulaida juga tersenyum kecil, sekeras apapun watak Meyda sekarang, dia tetaplah Meyda seperti dulu yang cengengesan dan manja. Sementara Yulisa dan Tari hanya bengong, bingung,”ngomongin apa sih mereka”kata mereka dalam hati
Ustadz Fahmi dan Pak  Abdullah segera membereskan administrasi untuk operasi, Prof.Syarif sudah menyepakati dengan timnya bahwa operasi akan dilaksanakan esok paginya jam 10. Setelah administrasi beres, Ustadz Fahmi menghampiri Saiful dan Rudi yang masih menunggu di lorong kamar, sementara Bintang Tadi izin balik karena ada janjian dengan menteenya di Kampus.
“Gimana Tadz, dah beres administrasinya?” tanya Rudi
“Sudah, tadi kami sudah berdiskusi dengan tim dokter, Alhamdulillah semua biaya ditanggung dari perusahaan BUMN Tempat Pak Abdullah Bekerja, masih tanggungan asuransi katanya, walaupun begitu, dokter tadi menyimpulkan operasi akan memakan waktu agak lama dan kondisinya fifty fifty,karena kedekatan kami, Meyda menjadi prioritas duluan“Ustadz Fahmi menjelaskan.
“Siapa aja Tim Dokternya Tadz?” giliran Saiful yang bertanya.
“Ini lihat aja”Kata ustadz Fahmi sambil menyerahkan berkas administrasi.
Saiful membaca berkas-berkas tadi, ia berdecak,Ketua Tim Dokter:Prof.Syukur, spesialis Onkologi, jebolan Amerika ,anggota:Prof.Syarif, ahli Neurologi, Prof.Zaenal spesialis Bedah syaraf, satu-satunya dokter bedah syaraf di Kariadi , Prof. Mulyadi, sebagai Internis mantan Pembantu Rektor 1 Undip dan dr.Daniel Alexius,dokter muda jebolan Yale University.
“Mereka ini orang-orang hebat disini, dan mereka masih mengatakan fifty-fifty, Robbii”Saiful berdecak sekali lagi.
“Ane percaya mereka akan berbuat yang terbaik, apalagi ada Prof.Syarif dan Prof.Zaenal, kau tahu kan beliau dulu mantan ketua rohis undip di tahun 70-an, Prof.Syarif sendiri yang mengatur timnya tadi, kalau bukan karena kedekatan kami, sulit untuk mendapatkan tim dokter dengan orang-orang tadi ”
“iya ustadz reputasi mereka tidak diragukan lagi” jawab Saiful

“sekarang ane butuh bantuan ente”
Ustadz Fahmi kemudian bercakap-cakap pelan dengan Saiful,”Betul tadz, saya dari tadi juga kepikiran hal itu , tidak banyak yang tahu masalah ini soalnya”kata Saiful kemudian.
******************************************
Bandung masih tetap dengan suasana khasnya, kota kiblat mode indonesia ini memang menjadi salah satu kota favorit untuk wisata, Empat bulan berada dibandung,aku mulai bisa beadaptasi dengan dinginya kota bandung, sangat kontras dengan kondisi Semarang, hari-hari terakhir ini aku banyak disibukan dengan berkas-berkas monev dari kantor, disamping itu kesibukanku mengerjakan skripsi juga mewarnai hari-hariku. Aku tidak tahu kapan mesti balik ke semarang untuk menyelesaikan kuliahku, yang jelas mungkin akan banyak hal  berbeda ketika aku kembali nanti. Malam ini dikamar kosku yang berukuran 2 x 3 aku duduk didepan laptopku, mengerjakan olah data untuk skripsiku, rencana besok pagi aku akan bertemu dengan dosen pembimbing lapangan dari ITB, mengingat jadwal beliau yang sibuk, kesempatan bertemu besok tentu tak bisa kulewatkan begitu saja. Besok akan menjadi hari yang melelahkan, selesai ketemu dosen mesti menyerahkan laporan ke kantor maksimal jam 12 siang, hufh bakal capek !! Aku lantas meminum segelas kopi susu yang kuseduh barusan, lumayan! Suplai kafein ini cukup membuatku bertahan dalam malam panjang untuk begadang. Jam beker di meja menunjukan pukul 18.40, belum lama lewat dari waktu maghrib. Perhatianku dikejutkan oleh nada dering Hpku,
“siapa yang nelpon” kataku lirih, aku lantas mengambil Hpku yang kutaruh di atas kasur. Dari Saiful? Tumben, lama banget dia nggak menghubungiku,
“Assalamu’alaikum”
“wa’alaikumsalam”jawab Saiful dari ujung sana.” Gimana kabarnya? Betah banget di Bandung, sampai lupa Semarang”
“Ah kau bisa aja, ada apa kok tumben-tumbenan nelpon, kupikir kau dah sibuk sampai lupa memberi kabar kondisi semarang padaku, ada masalah apa?”tanyaku selidik,
“ hee..heee tau aja,apa  kalau aku nelpon mesti kalau ada masalah aja ? haa..haa suudzon terus...bentar-bentar!! bukan aku yang mau berbicara, tapi ustadz Fahmi...ustadz ni udah nyambung” terdengar perkataan Saiful yang ingin memberikan telponya pada orang lain,tapi Ustadz Fahmi yang mau berbicara ada apa ini? Batinku bertanya-tanya,
“Assalamu’alaikum, gimana kabarnya Ndra?” suara khas Usatdz Fahmi terdengar cukup jelas
“Alhamdulillah, baik Tadz, ada masalah apa kok sepertinya penting banget? Tanyaku
Ustadz Fahmi terdiam sejenak, sebelum beliau mulai berbicara,beliau menceritakan padaku berbagai peristiwa, mulai dari tawaranya sebelum aku berangkat ke Bandung, hingga kejadian di Kemah Ukhuwah, dan semua itu menjurus pada pembicaraan satu orang, Meyda, kenapa dia lagi? Pikirku, Ustadz Fahmi terus bercerita, sampai persolan yang baru aku tahu, Penyakit Kanker Otak yang diidap meyda dan kini dia tengah dalam kondisi kritis, aku hanya mendesah pelan ketika Ustadz Fahmi menerangkan maksudnya empat bulan yang lalu, beliau hanya menginginkan Meyda merasa lebih baik, begitu permintaan dari Orang tua meyda, mereka pun juga tak bisa memastikan kemungkinan kedepan yang menimpa Meyda, yang jelas mereka menginginkan Meyda merasa bahagia dan tanpa beban,
Tapi kenapa aku yang dihubungi? Kenapa aku yang diminta, bukan yang lain, kenapa tawaran itu datang padaku? Disaat aku menganggap menikah bukanlah prioritasku sekarang,Kenapa harus aku aku tak henti-henti bertanya dalam hati, aku hanya terdiam untuk beberapa saat sambil mengusap-usap dahiku yang terasa hangat,
“Andra, ane tahu ini mungkin naif! Tapi ane hanya menginginkan yang terbaik buat Meyda, Awalnya dua bulan lalu, ketika Meyda kuberitahu dia juga tidak begitu respek dan berkata kenapa Andra? Bukankah masih banyak ikhwan lain yang lebih baik dari dia, bahkan marah-marah, namun percayalah Ndra, ane kenal Meyda sejak kecil, dibalik keegoisanya...dia tetap butuh seseorang yang bisa menundukan sikap keras kepalanya, dan asal ente tahu..dia sering mengeluh ke Tantenya, bu zulaida, kalau dia sering kesal kalau bertemu dengan Andra, katanya ente itu nyebelin, selalu kalah beragumen dan nurut-nurut aja ma pendapat ente, belum lagi kalau dikasih kerjaan, katanya sulit untuk menghindar, cenderung taat tanpa reserve”
Aku masih terdiam, aku sudah bisa mengira-ngira ujung dari pembicaraan ini,
“Ndra, Meyda itu dari dulu terkenal susah nurut, hanya beberapa orang yang bisa mengendalikan sikapnya, bahkan Pak Abdullah,ayahnya saja sampai bosan... ane heran kenapa dia selalu membicarakan betapa sebalnya dia pada diri ente Ndra ? ku minta bu zulaida untuk mengajaknya berbicara terbuka, dari hasil pembicaraan itu, kutahu dia ada simpati padamu, aku rasa memang akan menjadi bermasalah jika Meyda terus-terusan seperti itu, makanya ketika Pak Abdullah meminta bantuan padaku untuk menikahkan Meyda sesegera mungin, karena pertimbangan penyakitnya bisa merenggut nyawa Meyda dalam usia muda,yang ada dalam pikiran ane, Cuma ente yang cocok,Ndra...”Ustadz Faris terdengar mendesah pelan,” Pulanglah Ndra....Meyda akan dioperasi besok pagi, tim dokter bilang kemungkinannya masih fifty fifty..aku tidak tahu apa yang terbaik baginya sekarang, ane hanya ingin menyelesaikan tanggungan pada Orang Tua Meyda dan pada Meyda sendiri...”
“Ane tahu tak bisa memaksa ente,  tapi ingat Ndra ini demi kebaikan bersama, apalagi setelah kau mengetahui kondisi Meyda, masa depanya belum jelas,mungkin kau malah kecewa dan berpikir akan...”
“Cukup tadz”aku memotong omongan ustadz Fahmi,”Afwan jangan diteruskan lagi, ane dah ngerti maksud Ustadz. Tapi ane tetap perlu berfikir dulu..kalau Ustadz Sudah cukup, ane ingin berbicara dengan Saiful”
“Baik tafadhol ente pikir dulu”kata Ustadz Fahmi
Tak lama berselang kudengar Suara Saiful,”Gimana Ndra? Bisa balik ke semarang?
“Hemm Kau pikir mudah mengambil putusan,aku mesti pertimbangkan dulu, kenapa pula aku harus menerima Meyda semudah itu, karena kasihan? Atau Karena ndak enak ma Ustadz Fahmi, Kau tahu penyakit Meyda itu parah dan ...”
“WHOI BRO! Persetan dengan apa yang ada dalam pikiranmu sekarang!!!! Dengarkan saranku...”Saiful memotong omonganku, aku tahu disaat genting semacam ini Mantan Ketua LDK yang satu ini sering emosional dan dialektikanya kadang-kadang berubah kasar,
”Ini masalah nyawa orang yang memendam perasaan padamu, namun selalu ditutupi karena tahu batasannya, Meyda paham betul itu, sikap keras kepala dan acuh tak acuh itu hanya pelarian, kerena dia tahu dia mengidap penyakit parah, yang sekiranya orang tahu, juga belum tentu akan respek padanya, apalagi berharap pada orang sepertimu, yang idealismenya ibarat harga diri, SEKARANG !! buang idealisme itu Ndra, Bahagia itu belum tentu datang untuk Meyda dan keluarganya, namun paling tidak buatlah beban keluarga Meyda sedikit berkurang, ingat Ndra berkurang sedikiiiit.....” Saiful masih terus berbicara.
“YA-YA terus apa maumu?” tanyaku
“Kau tahu Golok Brasilian Trimontana black series punyaku itu?”
“ya ya, apa hubunganya?” balasku
“Akan kutebaskan padamu kalau sebelum operasi besok pagi kau tidak ada di Kariadi.ngerti!!!. Assalamu’laikum”Saiful menutup telpon.sambungan telpon terputus.
Aku tertunduk sambil mengusapkan kedua telapak tanganku di mukaku, kalimat terakhir Saiful tadi aku tahu hanyalah Isyarat bahwa dia serius, Golok Trimontana miliknya itu adalah warisan dari kakaknya yang anggota kepanduan pusat, terakhir kali golok itu dipake saat mengikuti Mukhoyam KORSAD di Gunung Gede-Pangrango 4 tahun yang lalu, saat itu salah satu anggota yang diserang oleh anjing liar yang dilepas sebagai ujian, karena terlalu semangat bertarung, Kakak saiful terlalu keras mengayunkan golok itu dan justru menebas satu jari kelinking temanya, sejak kejadian itu kakak saiful shock dan memberikan golok itu pada Saiful, oleh saiful golok itu hanya dipajang dikamarnya dan senantiasa tersarung, tak pernah dipakai lagi. Saiful pernah berkata bahwa suatu saat Golok itu akan dia cabut dari sarungnya dan dipakai lagi, minimal kalau dia dapat intruksi ikut KORSAD juga, jelas aku tak ingin jadi sasaran pertama kali dari Saiful, aku paham maksudnya bahwa ia memintaku untuk balik ke semarang malam ini. Tapi dengan padatnya jadwalku esok hari? Tidak-tidak!! banyak kerjaan yang akan kutinggalkan, belum mesti batalin janji dengan dosen lapangan, bisa bulan depan baru bisa bertemu lagi! YA Robbii gimana baiknya? Aku terus bergelut dengan pikiranku sendiri. Kulihat jam beker di meja pukul 19.00.kutarik nafas pelan-pelan,  Bismillah!!!
**************************
Aku terbangun setelah tadi terlelap tertidur sehabis sholat shubuh diatas mobil travel, perjalanan yang melelahkan. Aku ingat semalam masih di bandung dan pagi ini aku sudah memasuki kota semarang, disebelah kiri kulihat bunderan kali banteng pertanda aku sudah dekat dengan tempat tujuanku. Semalam kuputuskan untuk segera mengontak salah satu travel langgananku biasanya kalau survei,dan ternyata masih ada kuota tempat untuk perjalanan ke semarang. Jadilah jam 21.00 aku berangkat meluncur ke Semarang, masih aku sempatkan juga izin pada bosku dan juga dosen pembimbing lapangan, bahwa kubatalkan semua schedule hari ini, karena ada urusan mendesak di semarang. Mereka sempat marah-marah, namun setelah kuberitahu bahwa ini terkait teman dekatku, mereka akhirnya mau mengerti. Mobil  Travel menurunkanku di depan pintu masuk Rumah Sakit Kariadi. Aku segera melangkah masuk ke kompleks Rumah Sakit, Paviliun Garuda yang menjadi tujuanku terletak di bagian depan Rumah Sakit, sehingga tidak perlu berjalan jauh. Aku menghubungi Saiful untuk menjemputku diruang tunggu. Memasuki Ruang Tunggu Kulihat Saiful sudah stand by disana.
“assalamu’alaikum gimana? perjalanan yang melelahkan pastinya ?” Saiful menyapaku sambil memelukku.
“Kau tahu sendirilah, butuh pengorbanan lebih untuk bisa sampai disini “ kataku sambil setengah bercanda.
“Dasar Lebay! Kau tahu trimontanaku sudah menanti diatas, kalau kau tidak datang, pasti aku langsung berangkat ke bandung siang ini,,hee..he jadi  jangan main-main, dari kemarin aku belum sempat balik ke kos, jadi semua perkap naik gunung masih kubawa semua”
“Sudah-sudah... ayo ke ruangan segera..aku ingin bertemu usatdz Fahmi Segera”ajakku
Saiful lantas mengajaku berjalan kelantai dua, kulihat jam tanganku masih menunjukan jam 7 pagi. Rumah sakit agak sepi, belum jam besuk, tapi karena dianggap sebagai keluarga tidak masalah bagiku untuk masuk ke ruangan ini, kelas elit, Ruang VVIP, bagi mahasiswa sepertiku sangat tidak mungkin memilih kelas ini, boros banget nanti. Aku memasuki lorong ruangan ini dengan cemas, dari kejauhan kulihat beberapa Teman-temanku ada disana, ada Rudi, Bintang dan Ustadz Fahmi tentunya, mereka tengah duduk di kursi tunggu disebelah luar kamar. Melihatku datang, Ustadz Fahmi lansgung menyalamiku dan memelukku erat-erat, sempat ku dengar sedikit Isak tangis Ustadz Fahmi,”alhamdulillah syukur..syukur Ndra, ente mau datang, walaupun terkesan memaksakan” kata Ustadz Fahmi sambil memelukku. Perhatianku teralih pada Rudi yang menyalamiku kemudian,
“Jangan merasa jadi pahlawan kesiangan bro, kau mesti ngaca dulu sana sebelum berbangga diri..”kata Rudi sambil menepuk kepalaku, seolah tahu apa yang ada dikepalaku sekarang,”Siapa yang mau jadi pahlawan..” aku mencoba ngeles dari tuduhanya. Sementara Bintang kulihat masih asyik dengan buku bacaanya dan menyalamiku sebentar sambil berkata,”Barokallah akhi!
Apa pula maksudnya ini.
Ustadz Fahmi lantas mengajakku masuk keruangan, kulihat ada Yulisa dan Tari disana, rupanya mereka  setia menemani Meyda, Ustadz Fahmi mengenalkanku pada Pak Abdullah, ayah Meyda,
“Ini mas yang namanya Andra yang sering saya ceritakan” kata Ustadz Fahmi.
Pak Abdullah memelukku erat-erat sekali, lebih erat dari pelukan ustadz Fahmi, seolah-olah aku dianggapnya sebagai harapan baginya,
“Alhamdulillah..kau mau datang sekarang nak, saya sudah ndak ngerti lagi apa yang bisa dilakukan untuk membuat beban Meyda agak berkurang” air mata pak Abdullah menetes membasahi kemeja yang aku kenakan,” Sudah-sudah pak, saya bukan siapa-siapa, jangan terlalu berharap lebih pada saya”aku mencoba melepas pelukan dari Pak Abdullah. Ku lihat Bu zulaida dan seorang ibu yang kukira pastinya Ibu Meyda menyapaku lirih, “Gimana kabarnya Ndra? Sehat kan di Bandung, kau tambah gemuk saja disana?” Kata bu Zulaida
“Ah Bu Zul, bisa saja”jawabku singkat.
Bu Zulaida lantas mengajaku duduk disebelah tempat Meyda terbaring, sedari tadi pandanganya hanya dilepaskan ke jendela luar kamarnya,mengalihkan pandanganya dari seisi ruangan, jika memang benar apa yang diceritakan Ustadz Fahmi, tak bisa kubayangkan bagaiamana perasaanya sekarang dengan hadirnya aku disini, Yulisa dan Tari kemudian izin keluar kamar, seolah mereka tidak ingin tahu apa yang akan dibicarakan dan terjadi selanjutnya.
“Sudah merasa baikan mbak?”aku mencoba menyapa untuk mencairkan suasana yang beku dari tadi.
“Sejak kapan kau menyapaku dengan panggilan Mbak, tumben banget”meyda berbicara dengan nada pelan, seolah tak acuh dengan kehadiranku.
Pandanganku terarah ke langit-langit kamar,
”kenapa kau terus-terusan bersandiwara semacam ini...terus menyembunyikan dan menutup diri atas masalahmu” kataku kemudian.
Suasana hening sejenak,Kudengar Meyda terisak-isak,
“ YA Robbi, aku balik ke semarang sekarang bukan untuk melihat air mata terus-terusan, tidakkah ada yang bisa memberikan senyum bahagia di kamar ini, ayolah!” aku terus berbicara, smentara keluarga Meyda yang lain hanya terdiam.
“Ndra, kuminta engaku jujur” kali ini Meyda berbicara sambil menatapku,”Bagaimana perasaanmu ketika tahu ada wanita yang menaruh simpati padamu namun dia percaya akan sulit merengkuh mimpinya karena ada keterbatasan pada dirinya..dan dia terus-terusan diam selama itu...”
“aku tidak tahu harus berkata apa.. yang jelas aku sedang ada disini bukan untuk itu, aku disini untuk sebuah kepastian yang aku sendiri tidak tahu akan kemana ujungnya...”kataku
“Andraaa...”kata Meyda lirih setengah dipaksa karena kondisinya lemah,”Aku bukan akhwat yang lemah semacam itu, kau hadir atau tidak hadir disini sekarang tidak menjadi masalah bagiku...sama sekali,aku siap menjalani operasi ini kapan saja...dimanapun itu? Kuminta engkau jujur atas pertanyaanku tadi ?”
“Mbak..!” aku berbicara sekali lagi,jarang bagiku untuk menyapa dengan “Mbak” kecuali pada beberapa orang yang memang aku hormati walaupun usianya lebih muda sekalipun dariku,
” Tidak penting bagiku kalaupun ada wanita yang seperti itu, semua hanya akan menyebabkan fitnah saja, bagi orang itu atau bagi diriku sendiri, termasuk kalau kondisinya yang seperti itu adalah Kau sendiri, Ustadz Fahmi sudah cerita semua padaku..”
“lantas bagaimana menyudahi fitnah itu, jika salah satu pihak ada yang dirugikan..”Meyda memotong pembicaraanku,terlihat butir air mata tipis menetes dari pelupuk matanya, “Kau tidak akan pernah merasa diuntungkan dengan kondisiku yang semacam ini...iya kan?
“Mey..!” kali ini aku agak emosional”Jangan pernah berpikir jika aku harus mencintai seseorang itu, harus secara transaksional, menimbang untung dan ruginya, bagiku mencintai itu tanpa syarat dan tanpa tawar, itu yang kupahami sebagai cinta sejati”
“Aku tidak ingin berdebat disini, aku hanya ingin melepas beban sebelum aku dioperasi Ndra..kau tahu dengan penyakitku, aku tak punya masa depan yang lebih baik..termasuk jika salah satunya engkau kuminta memahami perasaanku.. itu semua menjadi tidak beralasan lagi..”
Meyda terus berkata,kali ini ini dengan intonasi lebih serius.”Aku tidak ingin terus memelihara dosa dihatiku,aku tidak inginkan itu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah operasi ini, aku hanya ingin semua permasalahanku sekarang menjadi jelas..”
Aku menggengam erat,tepi bed tempat tidur, sambil menatap kebawah,aku tidak bisa membuat orang yang sekarang didepanku ini menjadi terus terbebani, sekilas Bu Zulaida hanya tertunduk sambil menahan air matanya melihat adegan ini,
“Baiklah jika ini yang terbaik..”Kataku sebelum terdiam sejenak
” Jam berapa operasinya Bu ?”tanyaku pada Bu Zulaida,
“Jam 10 tapi jam 9 Meyda sudah harus menjalani persiapan” jawab bu Zulaida
“Saya harus menghubungi orang tuaku untuk hal yang satu ini, maksimal setengah jam lagi kita buat semua ini menjadi jelas” aku lantas berdiri dari tempat dudukku hendak berbalik keluar ruangan.
“Andra apakah kau bisa menerima kondisiku yang sekarang ini dan apapun yang terjadi ke depan? Tanya Meyda
“Yang lebih buruk dari inipun akan aku terima, asal kau menjadi tidak terbebani dan merasa bahagia”jawabku sebelum melangkah keluar
Ironis! Aku harus membuat keputusan besar dalam hidupku dalam waktu sesingkat ini, sejak Ustadz Fahmi memberi tawaran padaku empat bulan lalu aku tidak pernah memikirkanya secara serius, aktivitas di bandung telah menyebabkanku lupa dengan masalah yang satu ini, namun semua berbalik sekarang.
Aku melangkah keluar dan segera menelpon orang tuaku, kuceritakan semuanya, hampir setengah jam aku menelepon meyakinkan orang tuaku, wajar jika tanpa pembicaraan sebelumnya,tiba-tiba aku meminta izin untuk satu hal ini, Melamar dan melangsungkan akad nikah sekarang juga, kuyakinkan orang tuaku yang berada di rumah untuk memberikan ridho dan restunya,
“jika memang itu yeng terbaik bagi perempuan itu dan bagimu sendiri nak, Ibu tidak bisa menghalangi lagi, Insyallah Ridho kami menyertaimu nak, tetap luruskan niatmu nak”Ibuku memberikan konklusi atas pembicaraan panjang ini.
“Baik bu terima kasih atas restunya, maaf jika harus semacam ini kondisinya,udah ya bu saya harus kembali menyampaikan pada orang-orang yang ada disini, assalamu’alaikum” kataku menutup telepon.
Aku menarik nafas panjang, sebelum berbalik akan memasuki ruangan,
“Dalam buku Blink,think without thinking, dijelaskan bahwa kadang hanya perlu beberapa detik untuk membuat sebuah keputusan besar, dan kau kini telah melakukanya, jangan buat dua keluarga besar ini merasa kecewa” Rudi berbicara sambil bersandar pada pintu kamar bersama Saiful.
“Satu hal lagi Ndra?Apakah kau benar-benar menikahi Meyda karena cinta atau kasihan semata?” Tanya Saiful padaku
“Aku tidak tahu apa itu Cinta...., aku hanya berharap bahwa kali ini akau akan menikahi bidadari yang akan menemaniku di Syurga  nanti..”jawabku
Saiful memelukku sekali lagi,begitu juga Rudi dan Bintang,
“Kami bangga akan menjadi saksi sebuah prasasti cinta abadi sepasang anak adam, yang disatukan dalam keikhlasan dan pengorbanan “kata Saiful. Rudi lantas membukakan pintu kamar untuku sambil mempersilahkan masuk,
Kulihat diruangan Ustadz Fahmi,Pak Abdullah, Bu Zulaida, Bu Istiqomah,Yulisa dan Tari tengah menunggu. Aku melangkah masuk sambil mengangguk pelan pada Ustadz Fahmi.
“Baik kita sempurnakan ini segera”kata Ustadz Fahmi.
Dan berlangsunglah akad nikah pagi itu dalam suasana Dhuha yang diberkahi. Aku menikah dengan mahar sederhana, sebuah hafalan surat Al Fath yang berarti Kemenangan. Satu jam kemudian Meyda dipindahkan ruangan untuk persiapan operasi, aku seolah tidak percaya dengan tim dokter yang akan menangani operasi ini, mereka orang-orang terbaik yang kukenal di bidangnya, begitu tahu bahwa Meyda telah menikah denganku barusan.Prof.Syarif menyalamiku dan berkata,”Kau telah membuat keputusan terbaik Nak, itu akan menjadi suntikan motivasi besar baginya untuk menjalani operasi ini.
Sesaat sebelum memasuki ruangan kugenggam tangan Meyda yang terbaring dalam Kasurnya sambil berkata, “Aku tahu Ummi akan bertahan dan bisa melalui ujian ini,”panggilan baru untuk meyda aku masih terasa kaku melafazkannya, Meyda tersenyum sambil berkata,”Terima kasih untuk semua ini, Semoga Allah memberkahi kita semua.
Dan dengan berat hati kulepas Meyda untuk menjalani operasi ini, Saiful dan Rudi mengelus-elus pundaku sambil menghiburku dan berkata,”Kali ini kau benar-benar pahlawan, Ndra.”
Aku terdiam sambil berdoa semoga Allah memberikan yang terbaik.
*****************************************************
Angin musim panas yang kering menerpa kulitku
Hari ini tepat dua tahun sejak aku melangsungkan akad nikah dengan Meyda. Kutatap bangunan tinggi menjulang yang ada 500 meter didepanku, Burj Al Khalifa, bangunan tertinggi di dunia itu kokoh menantang langit dan memayungi  Dubai ini, Ya ! sekarang aku berada di negara Uni Emirat Arab, bekerja di perusahaan pertambangan minyak terbesar di Negara ini. Kulihat jam tangan digital ditanganku menunjukan suhu 40 derajat celcius, panasnya jauh mengalahkan kota Semarang.
Sudah setahun aku berada disini bekerja dan menjalankan tugas belajar dari MASDAR INSTITUTE Scholarship, beasiswa untuk program master di salah satu Universitas lokal disini,masih sama konsentrasi Geologi Terapan, tak jauh beda dengan S1 ku dulu di Undip. Aku disini barusan menceritakan semua kisah hidupku pada salah seorang kawan bekerjaku, Ahmed Al Hudhaibi, asalnya dari Mesir. Kami ngobrol santai disalah satu Cafe pinggiran kota Dubai  ini.
“Jadi berapa lama kau menjalani hidup bersama Istrimu itu..? tanya Ahmed.
“6 bulan setelah operasi itu, Rumah Tangga yang singkat, Operasi itu berhasil, tapi Istriku mesti menjalani kemoterapi lanjutan, namun Allah berkehendak memintanya kembali terlebih dahulu, saat itu aku barusan saja menyelesaikan sidang skripsi.” Aku terdiam mengenang masa 6 bulan yang singkat itu.
“Kau tidak ingin menikah lagi sekarang?”Ahmed masih bertanya.
“bagaimana aku bisa menikah lagi sementara hatiku masih senantiasa menyebutnya dan merindukanya, aku hanya bisa berdoa semoga kami dihimpunkan kembali lagi di Syurga nanti.”jawabku
“Amin!!... Ya Akhii, kaalu boleh bertanya satu hal, apakah sebelum menikahinya dan mendapat tawaran dari Ustadz Fahmi kau memang mencintai calon Istrimu itu?
“Kalau boleh jujur akhi, sebenarnya iya, aku pergi ke bandung saat itu hanya pelarian agar aku bisa melupakan dia dan membersihkan penyakit hati yang menderaku, namun Allah menjawabnya dengan lebih elegan, sekali lagi aku sampaikan..! cinta sejati itu tanpa syarat dan tanpa tawar, aku ikhlas menjalani semua ini sampai sekarang.”
“subhanallah, aku akan ceritakan pada istri dan anak-anakku kisahmu itu, sungguh pengalaman yang berkesan”
“Tafadhol”
Aku kembali menatap puncak bangunan Burj AL Khalifa jauh diatas sana, ANDROMEDA aku mengenang nama itu, Andromeda adalah rencana nama anak kami yang pertama.Nama yang kami siapkan,gabungan dari nama kami berdua,Setelah operasi berhasil Meyda bersikeras untuk menjadi Ibu, meskipun kondisinya lemah semacam itu,namun Allah berkehendak lain, mereka berdua telah mendahuluiku menghadap-Nya, Meyda tengah mengandung 3 bulan ketika meninggal dunia.sementara aku masih terus merenungi jalan hidupku yang berliku ini, dengan lirih aku berdoa,  ALLAHUMMA FIGRLAHA WA’FU’ANHA.

TAMAT                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Connect Us

Selamat bergabung

Side Ads

Footer Ads

Text Widget

Flexible Home Layout

Tabs

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

views

Follow Us