Sabtu, 17 September 2011

seorang ukhti

TAHUN 2004

Pagi itu disalah satu ruang kelas SMA, saat sedang suntuk habis mengikuti pelajaran, biasanya aku sering jalan-jalan keliling kelas,namun kala itu sedang nggak mood , jadinya kuhabiskan saja waktuku dengan ngobrol bersama-sama beberapa teman dekatku, saat itu aku terlibat dalam sebuah diskusi tentang fenomena pergaulan remaja yang berkembang saat itu.
“kalau kita  sudah berniat untuk berubah menjadi lebih baik, maka komitmen dan konsistensi untuk berhijrah dari kondisi yang buruk menuju kondisi yang lebih baik perlu kita jaga” kata salah satu teman perempuan yang menjadi teman diskusi

“maksudnya apa ?” tanyaku saat itu


“Contohnya gini, misalnya ada perempuan yang sadar untuk mengenakan jilbab, padahal sebelumnya tidak memakai jilbab maka komitmen untuk mengenakan jilbab itu hendaknya tetap dimiliki, kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun juga, karena mengenakan jilbab itu berangkat dari kesadaran mendalam, itulah hidayah dari Allah, dapat diartikan juga itulah pemahaman untuk berubah jadi lebih baik”

“Oh gitu !” jawabku saat itu,  sesaat perhatianku teralihkan pada pin bertuliskan “Sofia” yang ada di tas temanku tadi, “ Sofia itu siapa ?” tanyaku karena kutahu itu bukan nama temanku tadi.

“Ini namaku Put, nama hijrahku lengkapnya Sofia latifa” jawabnya.

“gimana ceritanya Wati bisa jadi Sofia? apa pula itu maksudnya nama hijrah.. ada-ada aja”

“ihh Putro, nggak ngerti sih, nama hijrah itu juga doa dan harapan, ya itu tadi komitmen untuk berubah menjadi lebih baik, Ayu tolong bantu jelasin dong ke putro maksudnya” pintanya pada temanku Ayu.

“Gini Put, biasanya nama hijrah itu menjadi doa, saya ma wati kan sebelumnya ndak pakai jilbab, Alhamdulillah sekarang kan diberikan kesadaran untuk memakainya, kami berharap semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik kedepanya, kami menganggap ini sebagai salah satu bentuk hijrah makanya kami berdua sepakat memiliki nama hijrah untuk tetap menjaga semangat dan keistiqomahan dalam menjalankan syariat islam ini” kata Ayu.

“ Boleh ya? Terserah lah, saya nggak begitu pusing mau pake nama hijrah atau nggak, InsyaAllah hidayah itu akan dikaruniakan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang sholeh dan bertaqwa, yang penting mau berubah” balasku.

Kedua temanku tadi memang sebelumnya kukenal tidak mengenakan jilbab ketika awal masuk SMA dulu, baru beberapa bulan kemudian mereka mengenakan jilbab. Ketika aku membaca salah satu kisah hidayah di sebuah majalah islam, disitu pernah diceritakan ada seorang muslimah yang tersadar untuk mengenakan jilbab, bahkan sampai sempat mengenakan cadar dan aktif dalam kajian-kajian keagamaan namun karena beberapa hal ia justru kemudian ia melepaskan jilbabnya dan malah kembali mengenakan pakain ketat yang justru kontras (Kisah ini dimuat dimajalah el fata dengan judul “panas menggenggam bara”) mengingat kisah itu aku jadi tersadar betapa mahalnya sebuah hidayah serta keistiqomahan, mungkin ada benarnya pendapat temanku tadi, perlu komitmen dan konsistensi internal dari seseorang dalam berhijrah tadi, termasuk memiliki nama hijrah kali, apapun itu kuhargai pendapatmu teman. Aku baru merasakan manfaat dari obrolan ini menjadi penting beberapa tahun kemudian ketika di bangku perkuliahan.

TAHUN 2009

“Put, lagi kosong nggak? Temenin yuk” ajak salah satu teman kosku yang menjabat Ketua Senat Mahasiswa FMIPA.

“Ngapain?” kataku singkat

“Ketemu mas Khusni, ngambil duit donatur”

“Donatur buat apa?”

“Eh gimana sih ente! Di Kampus kan Annisa Rohis MIPA sedang  mengadakan penggalangan jilbab buat aksi simpatik hari jilbab internasional, ane kan tadi nembak mas khusni buat jadi donatur, beliau mau, tinggal ngambil duitnya aja”

“Lha apa urusannya kang? Itu kan agenda akhwat, ngapain repot ngurusin juga” kataku

“Ahh parah ente! ikut peduli dikit kenapa? Bantu akhwat juga sekali-kali, apalagi ini kan hal yang positif, ente kalau perlu nyumbang juga, teman-teman diangkatan ane todong juga pada mau nyumbang, mereka nggak semua anak rohis lho!”

“ya udah, bantu dalam bentuk apa nih”

“terserah ente, kalau kayak  Itmam ngasih jilbab langsung, mas khusni dan beberapa temen-teman di wisma ikhwan MIPA lain ngasih duit, tinggal belanjain nanti, ente mau ngasih berapa?

“Ane kan nggak tahu harga satuan jilbab berapa, lha wong nggak pernah beli, emang biasanya harganya berapa sih?” tanyaku

“biasanya dua puluh ribu keatas terserah ente mau nyumbang berapa, oh ya nanti sekalian bantu keliling ke wisma-wisma ikhwan lain buat ngambilin donasi”

“Ok, ayo cabut sekarang aja”

Akhirnya saat itu jadi juga aku nemenin keliling nembak beberapa ikhwan MIPA buat berpartisipasi dalam program Annisa Rohis MIPA dalam hari jilbab internasional, lumayan juga saat itu mungkin nyampe sekitar 20an jilbab yang terkumpul,biar dikit yang penting turut berpartisipasi, dan beberapa akhwat pun sempat kaget ketika kita ngasih donasi yang terkumpul, nggak tahu juga respon yang lain kayak apa, rasanya cuma di MIPA aja yang saat itu kutemukan ada ikhwan ribut-ribut bantu ngumpulin jilbab, anyway apapun itu untuk dakwah islam tidak ada masalah, apalagi ini dalam rangka syiar pentingnya hijab.

TAHUN 2010

Kali ini dalam suasana ramadhan 1431 H, aku terlibat dalam sebuah perbincangan bersama salah satu kawan dekatku dikampus,

“Akh menurut antum, apa yang menjadikan seorang wanita itu mulia ?”tanya temanku itu.

“tentu saja karena akhlaqnya,keimanan dan ketaqwaan, contohnya jika islam mensyariatkan hijab bagi muslimah maka ia akan mengenakanya karena kesadaran penuh atas dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah semata”jawabku

“bisa dikatakan begitu secara umum, tapi menurut ane ada beberapa karakter spesifik yang perlu dimiliki, ia hendaknya memiliki karakter mar’atushsholihah, zaujatul muthi’ah dan ummul madrosah, karena hakekatnya karakter ini muncul atas dasar internalisasi nilai-nilai keimanan yang kuat dan kokoh dalam dirinya, disinilah proses tarbiyah itu membentuk kepribadian semacam itu, kita tidak boleh terjebak dalam simbol semata namun lebih penting untuk memaknai lebih dalam akan konsekuensi syariat itu”

Pusing kepalaku saat itu, setiap berbincang dengan kawanku yang satu ini, aku selalu selalu saja susah membedakan mana yang obrolan biasa, mana yang tausiyah, mana yang berupa “indoktrinasi” semuanya senantiasa disampaikan dalam obrolan santai, namun kebanyakan perkataanya selalu memiliki konsekuensi berantai dimasa mendatang, namun ada benarnya pendapat kawanku itu, kita tidak boleh hanya menilai secara penampakan fisik semata, namun ada ekspresi kesungguhan keimanan yang tampak dalam amalan-amalan sehari, inilah karakter muslimin-muslimah, mukminin-mukminat yang rindu akan perjumpaan dengan Allah SWT.

TAHUN 2011

Aku masih termenung membaca potongan kliping koran Republika tertanggal 12 Agustus 2011, sebuah potongan berita sebuah even yang diselenggarakan dimasjid kampus Undip oleh LDK Insani Universitas Diponegoro, sebuah even tentang muslimah yang mengangkat tema tentang pentingnya jilbab ini merupakan salah satu even besar dalam kegiatan ramadhan 1432 H dikampus undip, even yang menghadirkan salah satu artis nasional ini dihadiri oleh kurang lebih 500 orang, angka yang fantastis menurutku, bahkan aku melihat ruang utama masjid kampus undip saat itu sampai nggak muat, alhasil peserta pun sampai memenuhi teras masjid.
“untuk pencitraan dakwah islam kadang memang perlu melakukan hal semacam ini”  kataku dalam hati. Penyampaian nilai penting jilbab bagi muslimah, walaupun terkesan “pragmatis” dengan magnet artis nasonal, tetap saja memiliki nilai tersendiri, karena sangat pentingnya hal itu untuk dipahami dengan baik oleh segenap orang. Terlebih di era sekarang ini, dimana akses tekhnologi dan media begitu mudah, maka menanamkan nilai pentingnya memakai jilbab bagi muslimah perlu sekreatif mungkin, apalagi kebijakan pemeritah lebih akomodatif.

Coba bandingkan dengan tahun 70-an hingga 80-an (yang mungkin orang tua kita saat itu mengalaminya) betapa untuk mengenakan jilbab saja susahnya bukan main, masih teringat cerita guru SMAku yang bercerita di masa dia SMA dulu, pelajar putri dilarang mengenakan jilbab di sekolah negeri, sehingga ada salah satu siswi teman guruku tadi karena keteguhan mempertahankan keyakinannya untuk mengenakan jilbab ia sampai harus dikeluarkan dari sekolahnya, bahkan guruku dan teman-teman sekelasnya saat itu sampai saling bertangisan ketika siswi tadi berpamitan dengan teman-teman disekolahnya (cerita serupa ini juga saya baca dalam majalah panji masyarakat terbitan tahun 1981, majalah ini dikelola oleh buya hamka ketua MUI pertama, saat itu kejadianya dijakarta) lihatlah sekarang 30 tahun kemudian, betapa atas jerih upaya dakwah yang tak kenal lelah, sekarang kita menemukan bahwa jilbab telah diterima dengan baik di masyarakat, bahkan telah mejadi busana formal (baca: banyak orang yang kesehariannya dirumah tidak mengenakan jilbab, tapi ketika hadir dalam acara resmi seperti kondangan, rapat, dan sejenisnya mengenakan jilbab sebagai pakaian resmi, pendapat ini disampaikan oleh Prof.Dr.Dochak Latief, mantan rektor UMS Solo).

Tiba-tiba Hpku berbunyi tanda ada SMS masuk dari koordinator BP FSLDK jateng, isinya kurang lebih seperti ini “ wahai muslimah Perintah hijab itu diturunkan bukan untuk mengekang kaum muslimah, tapi justru untuk memuliakan wanita itu sendiri, cause we are diamond, so keep our shine till shiny untill the end of time selamat hari solidaritas jilbab internasional (IHSD day) by JARMUSNAS FSLDK Indonesia”.
Oh  forward dari Puskomnas FSLDK (pas baca beberapa kalimat terakhir agak ketawa juga, redaksi kalimat terakhir SMS ini agak lebay pikirku) ah betul juga, perintah hijab sebagaimana termaktub dalam surat Al Ahzab ayat 59
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dan surat An Nur ayat 31
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”
Ayat ayat diatas bukanlah mengekang muslimah namun justru memuliakanya dan kita lihat Allah akan senantiasa  menujukkan kekuasanNya karena Islam memuliakan setiap pemelukNya.
entah mengapa berbagai macam fragmen kejadian yang pernah kualami beberapa tahun yang lalu tiba-tiba saling bermunculan di momen ini.

SELAMAT HARI JILBAB INTERNASIONAL                              
INTERNATIONAL HIJAB SOLIDARITY DAY
4 SEPTEMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Connect Us

Selamat bergabung

Side Ads

Footer Ads

Text Widget

Flexible Home Layout

Tabs

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

views

Follow Us